Monday, October 29, 2018

NENG KOALA, Berjuang Menjadi Manusia



Berikut ini adalah catatan point-point yang kusampaikan dalam acara bedah buku dan diskusi yang diselenggarakan oleh Jaringan Perempuan Padmarini (JPP), di Mister Geprek 3 (dekat Unila) Lampung, 28 Oktober 2018. Hari yang gembira karena bersamaan dengan ultah ke 3 JPP dan hari sumpah pemuda:

Ada beberapa point yang menarik dalam ulang tahun Jaringan Perempuan Padmarini (JPP) hari ini, Minggu, 28 Oktober 2018, bersamaan juga dengan Hari Sumpah Pemuda yaitu:
1.      Diskusi dan bedah buku Neng Koala ini menjadi satu rangkaian dengan tanam pohon dan potong tumpeng di Desa Talang Mulia, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran. Kepedulian terhadap lingkungan hidup terwakili oleh kegiatan selama dua hari (27-28 Oktober 2018 bersama dengan Walhi, YKWS dll), maka kegiatan ini menandai fokus lain dari JPP, yaitu tentang gender.
2.      Neng Koala menampilkan tulisan-tulisan dari pengalaman banyak perempuan yang berjuang mencapai impiannya, di tengah pandangan mainstream terhadap perempuan yang masih sering tidak adil gender. Dalam banyak kisah, mereka memaparkan pergulatan mereka supaya tetap ‘harmoni’ sebagai anak, istri, ibu, juga mahasiswi.
3.      Kekuatan mereka adalah pada ‘ngeyel’ sekaligus ‘tidak ngeyel’. Ngeyel, kokoh, yakin bahwa mereka punya modal, rahmat tak terhingga dari Sang Pencipta (tubuh, hati, akal budi) untuk mereka kembangkan dan hal itu sungguh-sungguh mereka lakukan dalam seluruh dinamika situasinya. Mereka yakin bahwa mereka akan ‘utuh’ kalau mereka teguh dalam pilihan-pilihan mereka, sehingga tidak ada penyesalan. Serta merta mereka tidak ngeyel, menuntut atau memusuhi, tapi mereka lakukan dengan kompromi bersama dengan situasi, pasangan hidup, anak dan sebagainya. Maka yang muncul adalah gambaran seorang perempuan, yang menyusui anak di pangkuannya, juga memegang buku dan laptop. Dan mereka bersama orang-orang yang di sekitarnya mengalami pembelajaran sekaligus petualangan (Butet Manurung dalam pengantar).
4.      Adalah harapan. Inilah yang menjadi penanda iman. Maka saya bisa menyebut perjuangan semacam ini, harusnya dimiliki oleh semua manusia, entah perempuan atau laki-laki. Selama tidak kehilangan harapan, maka segalanya mungkin terjadi. Saya percaya dengan kekuatan pikiran, apa yang kau pikir itulah yang terjadi. Pikiran itu menampakkan visi, penglihatan di suatu masa, semakin hari semakin diperkuat plus upaya menyiapkan syarat-syaratnya. Misal, sejak tahun 2010 sampai sekarang (8 tahun), aku sudah pergi ke 11 negara: Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Filipina, Taiwan, Srilanka, Italia, Qatar, Swiss, dan Jerman. Dengan dana yang minim. Lalu aku membayangkan akan pergi ke Malaysia dan Thailand bersama dengan suami dan anak-anak, sebagai backpacker. Setiap saat aku memikirkan itu, memikirkan syarat untuk pergi, dan memenuhinya satu per satu, maka terjadilah itu. Sederhana sekali. Tak ada yang tak mungkin. Maka setiap saat (entah peristiwa, perjumpaan, dll) menjadi kesempatan untuk mempersiapkan diri. Saat peluang itu ada, kita tidak melewatkannya dan kemudian menyesal.
5.      Keunggulan yang utama para perempuan ini adalah menuliskan pengalamannya beserta pikiran dan perasaannya. Itulah keunggulan yang dimiliki Kartini. Semua orang, semua perempuan banyak mengalami hal-hal hebat. Tapi mereka tercatat karena mereka menuliskannya. Ini menjadi catatan yang berguna tidak lagi hanya untuk dirinya sendiri tapi untuk banyak orang. Mereka dengan tulisannya ini membantu orang lain, menginspirasi orang lain dan menandai bahwa hal-hal luar biasa telah mereka lakukan.

*Yuli Nugrahani, penulis cerpen, puisi dan penggiat justice and peace di Keuskupan Tanjungkarang, juga menjadi salah satu dari Pembina Jaringan Perempuan Padmarini yang bergerak dalam bidang gender dan lingkungan hidup. Beberapa bukunya antara lain Pembatas Buku (kumpulan puisi), Daun-daun Hitam (kumpulan cerpen), Salah Satu Cabang Cemara (kumpulan cerpen) dan Sampai Aku Lupa (kumpulan puisi)

No comments:

Post a Comment