Berikut ini adalah catatan point-point yang kusampaikan dalam acara bedah buku dan diskusi yang diselenggarakan oleh Jaringan Perempuan Padmarini (JPP), di Mister Geprek 3 (dekat Unila) Lampung, 28 Oktober 2018. Hari yang gembira karena bersamaan dengan ultah ke 3 JPP dan hari sumpah pemuda:
Ada beberapa point yang menarik dalam
ulang tahun Jaringan Perempuan Padmarini (JPP) hari ini, Minggu, 28 Oktober
2018, bersamaan juga dengan Hari Sumpah Pemuda yaitu:
1.
Diskusi dan bedah buku
Neng Koala ini menjadi satu rangkaian dengan tanam pohon dan potong tumpeng di
Desa Talang Mulia, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran. Kepedulian
terhadap lingkungan hidup terwakili oleh kegiatan selama dua hari (27-28
Oktober 2018 bersama dengan Walhi, YKWS dll), maka kegiatan ini menandai fokus lain
dari JPP, yaitu tentang gender.
2.
Neng Koala menampilkan
tulisan-tulisan dari pengalaman banyak perempuan yang berjuang mencapai
impiannya, di tengah pandangan mainstream terhadap perempuan yang masih sering
tidak adil gender. Dalam banyak kisah, mereka memaparkan pergulatan mereka
supaya tetap ‘harmoni’ sebagai anak, istri, ibu, juga mahasiswi.
3.
Kekuatan mereka adalah
pada ‘ngeyel’ sekaligus ‘tidak ngeyel’. Ngeyel,
kokoh, yakin bahwa mereka punya modal, rahmat tak terhingga dari Sang Pencipta (tubuh,
hati, akal budi) untuk mereka kembangkan dan hal itu sungguh-sungguh mereka
lakukan dalam seluruh dinamika situasinya. Mereka yakin bahwa mereka akan
‘utuh’ kalau mereka teguh dalam pilihan-pilihan mereka, sehingga tidak ada
penyesalan. Serta merta mereka tidak
ngeyel, menuntut atau memusuhi, tapi mereka lakukan dengan kompromi bersama
dengan situasi, pasangan hidup, anak dan sebagainya. Maka yang muncul adalah
gambaran seorang perempuan, yang menyusui anak di pangkuannya, juga memegang
buku dan laptop. Dan mereka bersama orang-orang yang di sekitarnya mengalami
pembelajaran sekaligus petualangan (Butet Manurung dalam pengantar).
4.
Adalah harapan. Inilah
yang menjadi penanda iman. Maka saya bisa menyebut perjuangan semacam ini,
harusnya dimiliki oleh semua manusia, entah perempuan atau laki-laki. Selama
tidak kehilangan harapan, maka segalanya mungkin terjadi. Saya percaya dengan
kekuatan pikiran, apa yang kau pikir itulah yang terjadi. Pikiran itu
menampakkan visi, penglihatan di suatu masa, semakin hari semakin diperkuat
plus upaya menyiapkan syarat-syaratnya. Misal, sejak tahun 2010 sampai sekarang
(8 tahun), aku sudah pergi ke 11 negara: Malaysia, Singapura, Thailand,
Kamboja, Filipina, Taiwan, Srilanka, Italia, Qatar, Swiss, dan Jerman. Dengan
dana yang minim. Lalu aku membayangkan akan pergi ke Malaysia dan Thailand bersama
dengan suami dan anak-anak, sebagai backpacker. Setiap saat aku memikirkan itu,
memikirkan syarat untuk pergi, dan memenuhinya satu per satu, maka terjadilah
itu. Sederhana sekali. Tak ada yang tak mungkin. Maka setiap saat (entah
peristiwa, perjumpaan, dll) menjadi kesempatan untuk mempersiapkan diri. Saat
peluang itu ada, kita tidak melewatkannya dan kemudian menyesal.
5.
Keunggulan yang utama
para perempuan ini adalah menuliskan pengalamannya beserta pikiran dan
perasaannya. Itulah keunggulan yang dimiliki Kartini. Semua orang, semua
perempuan banyak mengalami hal-hal hebat. Tapi mereka tercatat karena mereka
menuliskannya. Ini menjadi catatan yang berguna tidak lagi hanya untuk dirinya
sendiri tapi untuk banyak orang. Mereka dengan tulisannya ini membantu orang
lain, menginspirasi orang lain dan menandai bahwa hal-hal luar biasa telah
mereka lakukan.
*Yuli Nugrahani, penulis cerpen, puisi
dan penggiat justice and peace di Keuskupan Tanjungkarang, juga menjadi salah
satu dari Pembina Jaringan Perempuan Padmarini yang bergerak dalam bidang
gender dan lingkungan hidup. Beberapa bukunya antara lain Pembatas Buku
(kumpulan puisi), Daun-daun Hitam (kumpulan cerpen), Salah Satu Cabang Cemara
(kumpulan cerpen) dan Sampai Aku Lupa (kumpulan puisi)
No comments:
Post a Comment