(Sebelumnya.)
Hari terakhir di Zurich sebenarnya sudah dirancang untuk jalan santai ke kota Zurich, menyusuri jalan-jalannya, lalu nongkrong sebentar sebelum ke bandara. Tapi aku tak ingin bergerak, tak ingin bersuara. Jadi hari ini aku hanya berbaring, duduk, mondar-mandir di rumah tanpa banyak cakap. Dan sekarang, setelah mengenangnya, pilihan itu sangat tepat. Seperti sebuah kesempatan untuk mengendapkan segala hal yang sudah kutangkap. Tubuhku juga membutuhkan itu. Pikiranku. Hatiku. Jadi, hanya diam saja pada hari itu, memanglah sangat tepat.
Aku kembali ke Roma dari Bandara Zurich menggunakan Swis Airlines pada pukul 17.45. Kalau waktu berangkat aku menembus Alpen, kali ini aku melintasi puncak-puncak Alpen. Aku nangis. Tidak bisa tidak. Aku tertawa. Tidak bisa tidak. Aku kosong. Aku penuh. Aku ...
Sampai di Fiumicino Airport, aku dijemput minibus untuk sampai ke hotel transit, B&B Hotel di Fiumicino. Satu malam yang menambah kelengangan di hari terakhir sebelum aku balik Indonesia. Rasanya seperti mimpi hari ini. Melayang, terbang... tidur dengan tidak nyenyak. Beberapa kali terbangun. (Aku akan tulis lebih detail tentang hal ini nanti, ingatkan aku.)
Aku benar-benar bangun pada pukul 06.00. Tanpa mandi aku packing dengan kilat, bersiap seperlunya. Di lobby hotel, petugas memberiku bungkusan sarapan berisi pie apel dan jus jeruk kotak, dan berbaik hati menunjukkan tempat di mana aku harus menunggu jemputan ke bandara.
Kabut melingkupi Fiumicino. Dingin. Tak ada seorang pun di jalanan pada jam 07.00 pagi itu. Sempat was-was ketika hingga 10 menit tak juga ada makluk lain di sekitarku. Ketika mobil penjemput datang 15 menit kemudian, sapaan sopirnya seperti sapaan paling ramah yang pernah kudengar saking aku lega banget bisa bertemu manusia lain. Hehehe. Seorang laki-laki Italy, tua, berjas, membantuku memasukkan koper, bertanya terminal berapa tujuanku, lalu membantuku masuk ke mobil dengan sabar.
Akan ke manakah aku setelah ini? (Kisah selanjutnya.)
No comments:
Post a Comment