Secara tak sengaja aku menemukan deretan Jane Austen saat membelikan Toto Chan untuk Marco beberapa waktu yang lalu. Saat aku membaca Pride and Prejudice, aku tak punya bandingan lain dari Jane yang bisa kupilih. Ini, pada satu rak ada berderet novel-novelnya.
Aku langsung terbayang cerita Jane yang begitu lambat, dengan detail-detail yang kadang membuat aku tak sabar saat membaca. Spontan juga kebayang kehalusan romantisme klasik jaman dahulu kala. Maka, jari jemariku langsung menelusuri beberapa novel itu. Ah, jika ada yang mau membayariku pasti kuambil semua buku itu, tapi karena aku ingat dalam dompetku hanya ada beberapa lembar yang harus aku hemat hingga tanggal 25 nanti, aku mesti hati-hati dan menahan diri.
Okey, aku memilih buku yang paling tebal dari semuanya : Emma. Aku baru memulai membacanya semalam, baru beberapa halaman awal, dan perasaan seperti saat aku mulai membaca Pride and Prejudice pun muncul. Rasa tidak sabar, terasa bertele-tele. Dan Jane menuliskan 737 halaman untuk buku ini! Busyet. Energi apa yang dipunyai oleh Jane perempuan penulis itu saat membuat novel-novel seperti ini? Huft. Aku iri.
Kucuplik sedikit untuk menggambarkan Emma seperti apa yang ditulis oleh Jane dalam buku ini. Halaman 210 :"Bagi gadis periang seperti Emma, walaupun malamnya sempat murung, datangnya pagi hampir tidak pernah gagal mengembalikan semangatnya. Usia muda dan kecerahan yang mendatangkan rasa bahagia dan semangat." Ini mirip juga dengan tokoh dalam Pride and Prejudice. Tapi, okey, lihat nanti, aku akan membaca pelan-pelan saja.
No comments:
Post a Comment