Saturday, September 12, 2015

Gagasan-gagasan Aneh, Idealis dan Kompromis

Tak diragukan, aku ini seorang pengkhayal. Hobi melamun dan mudah tenggelam dalam pikiran-pikiran tak terhingga. Dari sana bisa muncul gagasan-gagasan aneh yang bahkan saking anehnya sering membuatku takut untuk menuliskannya. Misal tentang tas plastik yang dibuang di tengah jalan, aku bisa berpikir di dalamnya ada seorang bayi, maka remku mendecit menghindarinya, dan spontan berpikir kuatir kalau-kalau ada kendaraan lain yang menabraknya dan tubuh bayi itu akan porak poranda, berhamburan. Duh, aku membayangkannya dalam detil yang membuatku bergidik ngeri, dan bisa keterlaluan membuatku menangis tak ada ujung pangkal. Pikiran lain bisa menyanggahnya, mengatakan itu plastik biasa saja, tapi kemudian melihat banyaknya plastik yang ada di jalanan, aku bisa berpikir, bisa saja satu dari plastik-plastik itu berisi bayi. Ini mengerikan apalagi aku sudah melihat banyak sekali luka di jalan raya, tikus-tikus yang gepeng, kucing berdarah dan sebagainya. (Karenanya aku anti membuang sampah di jalanan. Plastik atau benda apapun.)

Pikiran-pikiran tertentu bisa muncul sangat idealis. Aku bisa sangat patah hati jika membaca undangan yang dikirim lengkap dengan TOR, dengan susunan panitia dan siapa yang diundang. Aku selalu berpikir, jika ada kejanggalan kecil saja, pikiranku sudah terusik. Misal, mengapa bukan si Anu yang diundang, kenapa malah si Ini. Bukankah itu tidak strategis? Bukankah itu menjadi batu sandungan bagi proses yang seharusnya begini dan begitu. Wuahhh... dalam sebulan aku bisa mendapatkan beberapa undangan, betapa aku mesti stress setiap kali karena hal di luar jangkauanku ini. Itu baru soal undangan. Soal lain-lain, ini itu... duh. Aku bisa sungguh terganggu oleh hal-hal sepele semacam itu, bahkan untuk waktu yang lama.

Suatu titik di masa lalu, salah satu guruku, mengatakan : "Kompromi, Yuli. Kompromi. Tak semua yang kau pikiran bisa menjadi realita. Tapi hidupmu itu pun realita. Kompromilah." Hmmm... aku tak paham waktu itu. Belum sepenuhnya paham juga hingga sekarang. Tapi aku melakukannya. Di titik tertentu aku tidak sehat, proses kompromis yang kumaksud jatuh pada kecuekan atau ketidak pedulian. Benar-benar tidak peduli, dan tidak rugi apa-apa karena ketidakpedulian itu. Sementara waktu kubilang : Tidak apa-apa. Hal itu pun membuatku sehat. Hmmm. Hmmm.

No comments:

Post a Comment