Saturday, September 26, 2015

Cinta

Seseorang mengatakan kepadamu,"Aku cinta kamu." Hmmm... so sweet... Iyalah, mendapatkan cinta itu manis rasanya. Dicintai itu rasanya manis banget. Dan tak seorangpun ingin menolak cinta.

Yang tak enak, jika seseorang yang bilang cinta itu mulai mendesak. "Karena aku cinta kamu, kamu harus cinta aku juga dong." atau,"Karena aku cinta kamu, kamu harus jadi pacarku." lebih-lebih,"Karena aku cinta kamu, kamu harus ...begini, begitu, ini, ini... itu, itu...."

Yeee, siapa yang nyuruh kamu punya cinta? Cinta ya cinta saja. Beruntung kalau yang dicintai juga punya cinta sepadan, maka klop, pas. Atau justru cari saja cinta seperti itu sebelum mengatakan cinta, yaitu mencintai orang yang mencintai balik. Jika tidak cinta padaku, aku pun tak kan mungkin cinta padanya. Jika tidak, hmmm.... mari lihat. Untuk titik sekarang ini lebih baik aku menyimpulkan orang yang seperti itu, sebenarnya dia sama sekali tidak mencintai, tapi dia hanya mengingini. Atau mungkin bukan mengingini, tapi membutuhkan. Pun jika aku merasakan hal yang sama, aku akan berpikir dalam hatiku sebenarnya bukan cinta, tapi hanya keinginan, kebutuhan,... hmmm, macam itu.

Lalu cinta itu seperti apa? Menurut Banerjee dalam novelnya, cinta sejati itu hanya mungkin jika orang yang mengaku mencintai tidak membutuhkan orang yang dicintainya. Huahhh... mampus kita. Jika hanya ecek-ecek menuntut meminta mengharap, cinta yang diaku itu belum cinta sejati. Belum mencintai, baru mengingini saja.

Ada lagi yang bilang, cinta itu tak punya alasan. Uhuk. Tak peduli dia jelek, bau, bodoh, miskin,... kalau cinta, ya cinta. Mata jadi buta, telinga jadi tuli, hidung jadi pesek...

Tapi ada yang bilang lain, bahwa cinta itu itu justru punya banyak alasan. Matanya berlipat ganda, telinganya berkali-kali lebih peka. Apa yang tak dilihat oleh orang lain, bisa dilihat oleh mata cinta.

Bukti cinta itu adalah pemberian, persembahan. Cinta itu kata kerja, melulu satu arah kecuali jika karena keberuntungan muncul kata saling di depannya, sehingga tercipta saling cinta.

Jadi piye sekarang ini? Orang yang saling cinta untuk harapan sebuah perkawinan tak kan mungkin masuk dalam deretan cinta sejati macam ini dong. Atau, aku akan membaliknya begini : seharusnya perkawinan tidak perlu dilakukan jika belum sampai pada tataran ini. Hmmm... tidak, tidak. Lebih baik aku bilang : perkawinan adalah salah satu cara untuk memproses supaya cinta sampai pada tataran ini. Dengan begitu aku tak perlu menahan orang yang sudah kebelet menikah untuk sampai pelaminan.

Intinya memang tak perlu sampai sempurna untuk mulai mencintai. Mulai saja dari level paling buncit sekalipun. Lalu disadari, diproses semakin sempurna, sampai pada kesejatian, sampai pada saling memerdekakan, pada saling bantu untuk sampai ke Sang Sumber Cinta itu sendiri. Hyang Ilahi.

Huahhh... cinta....

No comments:

Post a Comment