Kegiatan yang dimulai pada pukul 15.00 ini berlangsung hangat. Walau diwarnai dengan gerimis dan hawa yang dingin, suasana hangat terus terasa dalam acara di lantai satu studio yang dihiasi lukisan-lukisan Jeihan di sepanjang dindingnya. Ratna menjadi moderator untuk perbincangan buku Titik Temu. Pungkit Widjaja, Fendi Kachonk dan Dewi Nova menjadi pembahas utama untuk buku ini. Apalagi ada sejumlah peserta yang secara antusias membaca puisi secara bergantian.
Aku, Fendi dan Matdon, sebelum acara dimulai. Foto oleh Geusan. |
Tanggapan menarik muncul dari para hadirin. Sangat berwarna. Persis seperti bayanganku ketika memulai bekerja untuk editing buku ini. Buku ini bukan hanya buku sastra walau berisi puisi-puisi dari 60 penyair yang terlibat. Tapi keragaman tema yang dirangkai dalam tema utama Hak Asasi Manusia, menjadikan buku ini tidak hanya dibicarakan dalam konteks kepenulisan tapi juga untuk mengulik situasi kemanusiaan yang ada di Indonesia atau secara khusus diwakili situasi-situasi tertentu yang menjadi warna dalam puisi-puisi itu.
"Kami mengerjakan buku ini dengan gembira. Maka kami berharap kegembiraan itu juga menyebar bagi para pembaca buku ini." Itu bagian akhir yang aku ungkapkan dalam satu kesempatan diundang bicara oleh moderator.
Bagiku, bisa hadir di tengah komunitas sastra di Bandung ini sangatlah menyenangkan. Beberapa jam dalam perbincangan santai tapi serius memberiku banyak harapan untuk langkah Titik Temu. Juga kesempatan untuk bicara di luar kegiatan itu dengan para sahabat yang sudah kenal entah di dunia nyata maupun facebook, maupun yang belum pernah kenal, adalah harapan untuk kemajuanku maupun kemajuan Komunitas Kampoeng Jerami.
Ohya, satu hal lagi yang menyenangkan adalah melihat lukisan-lukisan Jeihan. Manusia-manusia dalam lukisan Jeihan selalu menarikku pada kedalaman. Dan seharusnya Titik Temu juga mulai diarahkan semakin dalam, semakin mendalam, sebagai sastra sebagai tema.
No comments:
Post a Comment