Saturday, March 07, 2015

KECOAK

Sudah beberapa kali kubilang ada satu bau yang paling tak bisa diterima oleh hidungku. Yaitu bau kecoak. Samar saja tercium, spontan perutku akan bereaksi. Mungkin hanya bekas dari kaki-kakinya di gagang sendok, tak mungkin lagi aku makan pakai sendok itu. Kecium baunya, perut tersodok ke atas dengan asam lambung yang langsung meningkat. Mau muntah. Dan bisa jadi muntah beneran.

Nah, pagi ini saat aku masuk kamar mandi anak-anak, bau kecoak tercium. Tidak menyengat, tapi cukup menusuk hidung pekaku. Aku bisa menghilangkannya dengan menutupi hidung dengan handuk. Namun, usai keluar dari kamar mandi, bau itu terus mengikuti. Ke mana pun aku pergi.

"Lihat dong. Mungkin ada kecoak yang menempel di bajuku." Mas Hen dengan sekilas melihat aku, dan meyakinkan tak ada kecoak apapun di baju maupun tubuhku. Aku menyisir rambut, mengibas-ngibaskan seluruh badan, memang tak ada kecoak.

Usai mandi, bau itu masih juga mengikuti. "Jangan-jangan ada di hidung ibu, nih. Huft." Aku menggosok hidungku kuat-kuat.

"Ibu mah ada-ada saja." Albert komentar sok cool sambil menghabiskan sarapannya.

Bernard yang sudah beres menunggu untuk berangkat ke sekolah menasehatiku dengan serius. "Makanya jangan mengingat-ingat terus. Ibu harus menghilangkan pikiran ibu dari kecoak. Dari tikus. Dari ulat. Jadi ndak kecium baunya. Ndak ketemu binatangnya. Kalau dipikir terus seperti itu jadinya. Malah kecium baunya. Malah ketemu makluknya." Eh. Wajahnya yang serius itu bikin aku pengin menjitaknya. Sok lu, dik. Ihiks, dalam hati aku pikir, hmmm... bisa jadi, bisa jadi.

No comments:

Post a Comment