Sunday, March 08, 2015

MUSIM DUREN

Musim duren di Lampung selalu istimewa bagi kami sekeluarga. Pasalnya kami berempat sangat doyan pada buah dengan kulit berduri ini. Walau sangat doyan, bukan berarti kami bisa makan duren sepuasnya setiap kali musim duren berlangsung. Kami mesti hitung-hitungan ketat biar ndak bangkrut. Hehehe...

Beberapa minggu ini, duren seperti barang tak laku saja kalau lewat di jalan-jalan kota. Kebiasaan Mas Hendro setiap kali lewat tumpukan duren seperti itu pasti membunyikan klaksonnya. Kami yang lain nyengir saja. Belinya sih tak tentu.

Untungnya, suatu siang aku bercakap dengan Bernard.
"Nard, milih ke pantai atau beli duren?"
"Terserah aja sih, bu."
"Pilih. Cepet."
"Hmm, kalau pantai sih sepanjang waktu tetep ada. Setiap waktu bisa dikunjungi. Kapanpun."
"Lalu?"
"Kalau duren kan hanya ada pas berbuah, pas musim berbuah."
"Jadi?"
"Beli duren dong."
Hehehe... kok seide sih, Nard. Sip. Lanjutannya aku nelpon Mas Hendro. Aku ceritakan percakapanku itu persis seperti saat ngobrol dengan Bernard.
"Jadi?"
"Beli durennn!!!!"
Hehehe, Mas Hendro pasti ngejungkel di meja kantornya sana. Tapi itu benar-benar dilakukannya. Pas pulang kerja, dibawanya 4 duren besar seharga 50 ribu. Lalu besoknya lagi 8 duren kecil dengan harga yang sama. Besoknya lagi 6 duren ukuran sedang. Pokoke tiada hari tanpa duren. Mumpung Lampung sedang berlimpah duren. (Walau katanya itu duren Baturaja, tak semuanya dari Lampung.) Hehehe... Jika nanti sudah merambat naik ke harga puluhan ribu per biji, stop. Tak boleh ada duren lagi, dan tertinggal klakson-klakson sambil nyengir saat lihat duren di jalan.

No comments:

Post a Comment