Timur menarikku lebih jauh dari Yogyakarta. Menenggelamkan diri padanya, dalam renungan persis di gawang pintu rumah. Keluarga ini biasa melipat hatinya. Setiap kali tidak diurai tapi dilipat kembali. Ketika pisau potong mengalirkan goresan, betapa banyak guntingan dalam lipatan. Aku terpana ketika melihat dan merasa betapa banyaknya luka.
Tiket yang pernah diberikan tidaklah ada harganya, boleh dibuang kapan saja. Selebihnya hanya rangkulan, dan permohonan. Jalan boleh dipilih bebas oleh manusia dewasa, pun ketika keputusan itu memberikan banyak luka pada hati yang biasa dilipat.
No comments:
Post a Comment