Albert dan Bernard suka banget menggodaku dengan pura-pura akan mencabut uban-uban yang mulai berdatangan di kepalaku. Mereka tahu persis aku tidak suka uban-ubanku itu dicabut.
"Biarin saja, Bert, Nard. Kalau sudah putih semua, akan ibu cat rambut ibu warna biru. Keren kan?"
Ah tentu saja mereka protes, dan masih saja seringkali mereka ndusel sambil memaksa,"Rambut putihnya aku cabut ya bu?"
Bagiku, para uban ini adalah pengingat, supaya aku lebih tahu diri. "Mulai masuk ke dunia putih, dan meninggalkan dunia hitam!" Begitu kataku jika ada yang mulai komentar soal tumbuhnya uban-uban di kepalaku.
Dan aku bisa memakainya sebagai cara untuk memarahi anak-anak jika mereka terus saja ngeyel.
"Kalian itu ya, kalau tidak mau rambut ibu terus memutih, cepat mandi sana!" Hehehe apa hubungannya? Maka mereka sama sekali tidak menggubris. Lalu aku mengubah strategi, agak tenang merayu.
"Albert, Bernard, setiap menyuruh kalian, rambut putih ibu tumbuh satu. Jadi jangan nunggu disuruh dong. Cepat mandi sana!"
Dan, jelas anak-anakku yang membawa DNA dariku juga, tetep ngeyel cari-cari alasan menghindari jam mandi. Huh, uban-ubanku sama sekali tidak punya kasiat untuk hal-hal semacam itu.
No comments:
Post a Comment