Aku mendapat protes dari malaikat.
"Ciuman mana yang kau rasa? Kapan? Bagaimana?"
Astaga! Tentu saja aku langsung duduk tegak. Memandang matanya tajam. Sebenarnya menampar wajah polos malaikat sangat nikmat kelihatannya, tapi tentu saja aku tidak boleh melakukan kekerasan semacam itu.
"Lihat! Matahari berjuta kilometer jauhnya dari bumi. Bunga-bunga bisa merasakan ciuman hangatnya. Menjadi mekar, berbuah, berbiji, melakukan regenerasi. Ini soal kepekaan."
Matanya tak percaya.
"Dan bukan urusanmu, kamu merasa mencium atau tidak. Urusankulah untuk merasakan ciuman itu, entah disadari atau tidak oleh yang memberi ciuman. Ini soal kepekaan."
Matanya semakin membulat. "Mana mungkin aku mencium tapi aku tidak merasakannya?"
Hiks, mau tidak mau aku memang harus menamparnya.
"Jadi, sekarang mulai rasakanlah! Rasakan saat kau menciumku! Itu hakmu, kekasihku!"
No comments:
Post a Comment