Tuesday, October 21, 2008

Hari yang Sibuk

Kemarin adalah hari yang sangat penat. Pagi bangun dengan rasa sakit di belakang tengkuk dan ulu hati. Rasa mual yang aku rasakan dari dua hari sebelumnya saat masih di Puncak dan Jakarta terasa menguat. Aku tidak mau menuduh hatiku mulai bermasalah lagi (padahal memang 'hati' ku sedang bermasalah. ihiks!). Tidak mau memasak maka sarapan pagi dengan nasi uduk, beli. Hanya sedikit yang masuk ke dalam perutku. Albert sudah diantar bapaknya karena ada les melukis. Karena motor masih dibawa Bejo, aku berencana naik bis saja bareng Bernard. Pasti Bernard juga akan suka. Dan lagi, aku gak kebayang bawa Mio dengan kepala yang sangat berat itu.
Menjelang pukul 8 malah Bejo muncul dengan Mio. "Kan aku udah SMS aku naik bis saja." Entah jawaban apa dari Bejo gak gitu kedengeran, ya sudah. Memang kuping tua. Jadi aku mempersiapkan diri dan Bernard untuk berangkat. Bejo dan Bernard separoan makan nasi uduk. (pasti kurang deh, Jo. masih lapar kan?)
Aku memegang erat jaket Bejo yang kok ngebut minta ampun. Atau perasaanku saja entahlah, rasanya aku duduk melayang di jok belakang. Sekali sudah dekat sekolah kena jalan yang tidak rata baru aku mendarat di jok. Bernard pun diem-diem di antara kami. Entah dia takut atau tidak dibonceng begitu sama Bejo. Setelahnya langsung ke Radio Suara Wajar. Aku mencengkeram jaket Bejo kencang. Gak kerasa ya Jo? Lemas sekali jadi gak mau ngomong apa-apa. Dalam hati aku juga berharap cepat sampai di kantor.
Kerjaan di dalam komputer membuatku lebih lemas lagi. Tapi aku harus mengerjakan. Okey, pelan-pelan Yuli, urai dari yang bisa dulu. Maka aku buat tanda salib, lalu mulai mengedit satu demi satu naskah Nuntius yang sudah diketik oleh Eka dan Putri. Satu per satu, pelan-pelan. Beberapa kali minta maaf pada romo Tedens yang mesti mengerjakan sendiri persiapan rekoleksi, juga pada fr. Is yang mondar-mandir terus sibuk sana-sini. Juga pada romo Tri yang dicuekin aja, nanggapi obrolan sambil mata di komputer. Tengah hari agak segar dengan obrolan dengan seorang kekasih di ujung dunia 'tidak nyata', jauuuhhhh disana negeri antah berantah.
Makan siang hadir lewat Sr. Robert terkasih. Tapi maaf, suster, walau nikmat perutku agak mual. Jadi aku makan sedikit saja, kecuali mangga ranum enak yang sudah diiris.
Usai itu tenggelam lagi dalam tumpukan huruf, kata, kalimat, naskah... Pukul 4.30 sore aku melesat sebentar ke tempat rekoleksi. Melihat apa yang terjadi di sana. Ohh...semua beres. Jadi aku tidak perlu ada di sana. Maka aku kembali ke tumpukan huruf, kata, kalimat, naskah, yang kemudian bercampur dengan obrolan mesra dunia 'tidak nyata' yang rupanya terus membuntuti duduk di sebelahku tidak mau pergi.
Makan malam bersama para peserta rekoleksi. Nebeng gak papa. Setelah itu memaksakan diri mengedit kembali tapi sudah caapppeeekkkk..... Baca buku sebentar hanya tiga halaman karena setelahnya mual lebih terasa dengan putaran-putaran gelap di sekitarku. Jadi aku buka email, membalas beberapa surat, kemudian,"Mari, kekasih. Kita pulang dulu. Aku perlu tidur. Tumpangkan dulu tanganmu di atas kepalaku." Ah, ngambek dia. Tidak ada tumpangan tangan berkat apapun. Menyedihkan. Aku tersuruk dalam nestapa.
Mio aku pacu sangat pelan. Butuh setengah jam lebih kayaknya sebelum tiba di rumah. Gak mau jatuh. Jam 9.00 rumah kok sepi? Oya, pasti bapak dan anak-anak sedang ikut rapat panitia pengantin di Bude Tarno. Baru sebentar naruh tas kedengaran jeritan Albert dan Bernard.
"Ibu, temani ngerjain ini."
Astaga, ada prakarya yang harus dikerjakan Albert. Merobek-robek kertas untuk kemudian dilem di kertas yang sudah digambari. Butuh waktu satu jam lebih untuk pekerjaan itu. Jam sepuluh lebih prakarya itu selesai ala kadarnya dengan mataku dan mata Albert nyaris tertutup karena ngantuk berat.
Mandi harus dilakukan karena badan sangat kotor. Usai itu terkapar kecapekan. Jiwa dan raga. Sungguh. Tidur tanpa mimpi. Tidur yang sangat kurus tegang. Kurang.

1 comment:

  1. Yaampun Mbak, perasaan daku bawa motornya pelan banget deh itu? Mbaknya ja yang lagi mabok? Ya tak maklumi karena aku yakin pasti capek banget dikau.

    Susah ya emang Mbak kalau dah berkeluarga gitu? Ada kesempatan jalan-jalan, pulang bukannya fres, ini malah harus tetek bengek ngurusin ini itu dan ditambaj lagi harus ngurusin keluarga dirumah.
    Tak terbayangkan jika daku yang menjadi seorang Yuli, MATI BERDIRI PASTI AKU.

    Tapi dah mulai kelar to Mbaak tugas-tuganya?
    Tapi jujur dari kemarin akujuga kena imbasnya lo. Dari mulai pertanyaanku yang dijawab ketus sedikit membentak sampai pada pandangan tak bersahabat. Tapi noproblem, tak kumasukin ke hati kok mbak.
    Daku bisa mengerti, he....

    Peace

    ReplyDelete