14 Maret 2018
Meja kerja untuk beberapa hari. Keren. |
Sebelum aku tidur di hari pertama di Amed, aku yakin pada tengah malam pasti terbangun. Dan itu memang
terjadi. Terbangun beberapa saat untuk kencing lalu tidur lagi dengan sukses sampai sekitar
jam 4.30. Hujan deras di luar. Bunyi ombak berdebur bercampur dengan hujan yang menghantam genteng. Aku membuka tirai kamar yang menghadap ke
pantai, mematikan semua lampu, gelap dan menikmati suara hujan bercampur ombak. Setengah
tidur, setengah melek.
Bangun dengan ogah pada pukul 7 karena kebelet. Kulanjutkan
dengan mandi sekalian mengingat malam kemarin tidak mandi. Mandi bersih, keramas, ganti
baju. Segar nian.
Buka laptop lagi dunk. Mendengarkan music Anji yang
romantic, dan mengetik lagi beberapa kalimat. Aku lihat di luar masih gerimis.
Sayang sekali. Kamar ini menghadap ke Utara. Timur di sebelah kanan. Kalau cuaca bagus pasti aku bisa
melihat matahari terbit di kanan sana. Tapi toh tak masalah. Aku tetap bisa
menikmati pagi.
Sarapan yang ditawarkan hotel pukul 7.30 – 10.00 dengan
pilihan menu. Aku pilih Pisang goreng. Jus lemon tanpa gula. Kopi pahit. Itu
sangat cukup untuk pagiku. Saat sarapan ada pesan masuk dari Kyai Faizi. Dia ini
seorang kyai dari Guluk-guluk Madura yang beberapa waktu mampir ke Lampung saat
dia akan ke Jamnas Bismania di Sari Ringgung. Dia memastikan bahwa aku tak
masalah dicantumkan nama dalam postingan dia. Mungkin dia kuatir aku akan
keberatan kalau namaku digunakan. Padahal aku tak ada masalah apa pun soal
itu. Jadi aku jawab: tak masalah kyai. Silakan saja. Sekaligus aku kabari kalau
fbku sedang tidak aktif selama beberapa hari ini karena sedang menyepi di Karangasem.
Bagian akhir dari melasti. |
Nah, kabar dari parnertku bahwa dia akan datang lebih awal 30 menit.
Pesawatnya sudah siap berangkat saat kontak aku. Jadi aku telpon Kadek, si sopir
untuk stand by lebih awal. Itu kabar yang baik karena kami akan punya waktu
lebih lama untuk jalan dengan Kadek ke suatu tempat di sekitar Karangasem.
Sip.
Sembari menunggu ah tidak, aku tak harus menunggu. Jadi aku
melakukan rencanaku untuk Bali. Menulis lagi, mengetik. Residensi menulis lho. Jadi ya harus menulis dong. Hehehe. Harian ini akan menjadi
calon tulisan panjang yang bisa dibuat menjadi satu buku. Tapi pekerjaanku
untuk menyelesaikan tulisan Krakatau sangat harus dikejar. Dengan demikian
poyek itu bisa selesai dalam beberapa hari. Tulisan Krakatau bisa kupilih
karena tulisan ini lebih santai dibanding dengan pr lain.
Makan siang kurencanakan aku keluar dari hotel, berjalan ke arah mini
mart Buana, jalan hanya beberapa menit sudah bertemu. Pas di pertigaan jalan
aku meliht ada warung yang menuliskan menu gado-gado di bagian depan. Kembali
dari mini mart aku masuk ke warung itu. Orang-orang di seberang jalan berteriak
kalau warung itu tutup. Katanya yang ngelola sedang pulang kampong. Oke deh.
Aku pun jalan terus, sampai ketemu warung lagi. Aku bertanya
makanan apa yang mereka sediakan. Seorang ibu muda yang sedang duduk merapikan
bunga-bunga mengatakan kalau mereka tak punya makanan. Aku bertanya lagi di mana
kalau ingin beli nasi campur khas Bali. Dia bilang agak jauh, terserah ke kanan
atau ke kiri arahnya bakal ada nasi campur di jual di pinggir jalan. Bukan agak
jauh, tapi jauh.
Jadi aku membatalkan keinginan makan di luar hotel. Aku
sudah membeli roti isi coklat, memakannya sambil jalan kembali ke hotel, dan
membayangkan ingin makan apa nanti.
Dua roti amblas di perut. Aku ambil buku, dan… tertidur.
Hehehe… bagus sekali hidup seperti ini. Bangun pukl 2 aku dengan ogah ke kantin
hotel. Serampangan memesan nasi putih, tahu dan tempe goreng, serta sambel.
Dengan enggan melihat sepiring nasi itu ketika disodorkan ke meja depan kamar.
Tapi begitu aku merasakan sambelnya, sambel bali yang tidak pedas, dengan cabe
dan bawang yang dipotong-potong, wihhh… enak. Jadilah semuanya habis tandas tak
tersisa. Nikmat juga.
Seorang ibu yang duduk di pondok dekat pantai menawarkan
jasa pijat. Kayaknya menarik juga, tapi tidak sekarang ya. Usai makan aku ambil novel GB, Kampung Tomo, dan
mulai membaca. Buku ini sudah ada di tanganku beberapa minggu, kukira sebulan
lebih, tapi aku belum sempat membacanya. Ini saat yang tepat untuk membaca,
tempat yang tepat dan waktu yang tepat.
Sopir yang menjemput partnerku dari bandara akan menemani
sebentar kalau kami ingin pergi. Rencana ke Pura Lempuyang kami batalkan karena
sudah sore, beralih ke perayaan melasti di pantai Amed. Sayangnya begitu sampai sana orang-orang yang
merayakan melasti sudah bubar. Toh kami dapat sisa-sisanya. Pawai sedikit,
music sedikit, bekas sesaji dll.
Makan malam dengan nasi campur bali seharga 10 ribu yang
kata kata partnerku terlalu banyak mengandung CO2 yang tercampur di dalamnya.
Huhuhu… dasar bule. Ndak doyan makanan enak. Hehehe...
No comments:
Post a Comment