Judul buku : Menanam Benih Kata
Penulis : Ari Pahala Hutabarat
Cetakan pertama : Desember 2010
Penerbit : Dewan Kesenian Lampung
Isi : 284 halaman
Hari libur, 27 Mei 2014, perayaan Isra Miraj, rencana-rencana kuhilangkan dan aku menikmati kamar. Nyaris tidak beranjak dari dalam rumah. Hanya ada anak-anak, karena Den Hendro sedang ke Jakarta. Bangun tidurku yang terlalu awal, jam 4 aku sudah mulai masak, jam 6 semua beres dan aku kembali tidur. Jadi saat bangun yang siang, tinggal makan. Sip kan?
Ketika tak ada lagi yang harus kukerjakan, aku membuka microsoft word, merapikan Buku Puisi 2, yang entah kapan akan bisa diterbitkan, tak masalah. Sesekali aku buka facebook, hingga aku ingat dalam minggu ini aku mendapat dua buku baru, salah satunya Menanam Benih Kata, karya Ari Pahala Hutabarat, yang aku dapat sangat terlambat, hampir 4 tahun setelah penerbitannya.
Maka aku meninggalkan Buku Puisi 2 dan mulai mengacak buku ini. Ada tokoh sentral di situ, mbah Bob, lalu Budi dan teman-temannya, yang nyantrik, meguru sama mbah Bob untuk belajar puisi. Wah. Aku langsung tak bisa berpaling. Hingga petang ini pembatas bukuku ada di halaman 139. Ari menyodorkan semangat dan cara menulis dengan cara yang sangat santai, seolah puisi memang diperuntukkan bagi semua orang. Lewat dialog Mbah Bob dengan murid-muridnya itu, Ari mendorong pembaca untuk menyakini bahwa menulis puisi itu 'mudah, ringan dan menyenangkan'. Cara pikir bahwa menulis puisi itu susah, harus dibalik dengan mantra itu, 'menulis puisi itu mudah, ringan dan menyenangkan'.
Dalam perjumpaan dan perbincangan mbah Bob dan murid-muridnya inilah ilmu-ilmu tentang puisi mengalir, mengalun, mengajar para pembaca. Aku sedikit menyesal kenapa buku ini kudapatkan justru setelah buku puisiku jadi dan beredar. Andai lebih awal kudapatkan, andai aku tidak terlalu kuper, tentulah aku mendapat banyak petunjuk untuk mempermudah kerjaku membuat buku puisi "Pembatas Buku" kemarin itu.
Tapi ya, biar saja telat, tapi aku tetap mendapat berkat. Jadi aku masih akan melanjutkan buku ini dan menyerap seluruh ilmu dan semangat dari buku ini. Ohya, salah satu yang menarik dari buku ini adalah sisipan perikop atau paragraf atau kalimat dari tokoh-tokoh atau dari kitab-kitab luar biasa. Misal hal. 20, TS. Elliot,"Puisi yang baik harus memenuhi estetika puisi. Puisi yang besar memberikan pengaruh atau dampak yang besar terhadap dunia di luar puisi." atau hal. 72, dari Konfusius,"Tidak masalah seberapa pelannya kamu berjalan, selama kamu tidak berhenti atau hal. 84, Ari mencuplik Eudora Welty, "Jika kamu tidak mampu menjadi jenius, tirulah orang-orang yang nekad."
Sisipan kata-kata dari tokoh puisi atau bukan puisi ini hadir di sepanjang buku. Aku membalik-balik hingga halaman terakhir, kata-kata itu menyertai kisah mbah Bob dan para muridnya sebagai penguat semangat yang coba disuntikkan Ari bagi pembacanya. Di bagian prakata, Ari berharap buku ini menjadi sebentuk provokasi terutama untuk para siswa SMA, mahasiswa dan para guru bahasa dan sastra Indonesia SMP dan SMA di Lampung untuk lebih nekad dan berani mencintai dunia kepenulisan, khususnya puisi. Tapi menurutku, buku juga baik dibaca oleh penulis-penulis otodidak yang sudah mulai/lama menulis, supaya mereka lebih paham apa yang sedang mereka geluti.
Okeylah, aku memilih melanjutkan membaca buku itu kembali daripada melanjutkan tulisan ini. Itu lebih mengasyikkan. Yukk...
No comments:
Post a Comment