Wednesday, May 07, 2014

Dari Imaji Menjadi Sastra

Salah satu sahabatku, Edi Laksito atau biasa dipanggil Nanglik, berkenan memberikan kata untuk Kumpulan Puisi PEMBATAS BUKU. Dia ini seorang penyair walau dia tak mau disebut begitu tetap saja aku menyebutnya begitu. Berikut ini sedikit cuplikan yang sudah dia tulis untuk bukuku itu :

...
Bertukar lagi cerita. Mimpi-mimpi orang sastra. Menerbitkan puisi. Kumpulan cerpen. Menulis novel.
Yang membuat hal ini mungkin terlaksana pada Yuli saya kira adalah imajinya yang tak berhenti. Belantara luas angan-angan yang terus berproduksi dan terpelihara. Ia berani masuki, berlama-lama di dalamnya. Dalam hal ini, saya kira, ia dikaruniai bakat alam. Termasuk untuk menikmatinya.
Selanjutnya hasrat-stamina fit untuk melahirkan dan menikmati : kata demi kata - dari imaji menjadi sastra - yang ditulis tidak dengan tinta kering. Yang dikerjakan di kesibukan perempuan berumah tangga, bekerja dan terlibat di masyarakatnya. Hal ini, saya kira, bukan lagi bakat.
Lalu apa? Jawaban yang tak mudah diduga.
Mengapa puisi-puisinya, yang kedalamannya sukar dibaca arahnya secara akal saja, mampu menampilkan kilap rohani, nafas rindu, gerak emosi, getar jiwa dan hasrat akan kemerdekaan - hal-hal yang umumnya membeku di hati manusia?
Bagaimana ia menjelma matang pengungkapannya dalam hal-hal yang dituntut oleh sastra?
Barangkali jawabannya ada di seputar kata yang berpadanan ini: dedikasi, ketekunan, misteri, cinta.
Itu kesan saya. Diamini oleh puisi-puisi di Pembatas Buku ini. Sampai pada penutup, ke-40.
...

Ini ditulis olehnya di Kota Manila, tempatnya belajar sementara, pada tahun 2014. 
Terimakasih, Rm. Nanglik. Terimakasih atas segalanya.

No comments:

Post a Comment