Foto by Alfa |
Disampaikan dalam Bedah Buku Cerita Rakyat Lampung
Kantor Bahasa Indonesia Lampung, 2 April 2019
Oleh: Yuli Nugrahani*
Empat buku
cerita rakyat Lampung diterbitkan lagi oleh Kantor Bahasa Lampung pada tahun
2018 berjudul Legenda Kelekup Gangsa (Izzah Anissa), Legenda Mahat Menggala
(Novita Sari Idham), Putri Rincing Manis (Sustin Nunik) dan Raden Mas
Mangkudirija dan Bidadari (Fauzie Purnomo Sidi). Empat buku ini menambah
kekayaan literasi Provinsi Lampung, setelah beberapa buku yang sudah
diterbitkan sebelumnya.
Tahun 2001 ketika saya melahirkan anak
pertama, saya mengalami kesulitan ketika berburu dongeng atau cerita rakyat
yang berasal dari Lampung. Saya menemukan cerita-cerita pendek serupa ringkasan
dengan jumlah yang tidak banyak. Kalau saya ditanya oleh seseorang apa cerita
yang berasal dari Lampung, saya seringkali menjawab tidak tahu, dan ini sangat
memalukan.
Dari kecil saya
sudah sangat terbiasa mendengarkan kisah tentang Anglingdarma dari Malawapati
(konon lokasi kerajaannya tidak jauh dari rumah orang tua saya di Kediri),
bahkan hingga detail-detailnya. Saya
tahu tokoh-tokohnya mulai dari Setyowati, Nagagini, Nagasasra, Mliwis Putih,
dan sebagainya. Saya berharap anak saya pun punya ingatan akan kisah / legenda
/ dongeng yang berasal dari tempatnya lahir.
Pencarian saya
tidak berbuah banyak. Sebuah naskah yang dipentaskan di Taman Budaya Lampung,
Dayang Rindu, menjadi salah satu pentas yang menggembirakan. Sebelumnya saat
SD, anak saya diberi tugas mementaskan drama Si Pahit Lidah. Kisah-kisah itu
tersebar Sumatera Bagian Selatan, termasuk Lampung dengan variasi cerita. Lalu
anak saya mendapatkan cerita-cerita tambahan dari sekolah atau guru atau
teman-temannya yang kemudian ditularkan ke saya.
Salah satu yang
kemudian menarik minat saya adalah Kisah Sultan Domas yang saya tulis dalam beberapa jenis tulisan
(puisi, cerpen, cerita anak). Cerita anak tersebut termasuk dalam terbitan Kantor Bahasa Lampung tahun 2017.
Upaya-upaya
Kantor Bahasa Lampung ini patut diapresiasi. Melihat buku-buku ini terbit
membuat saya menaruh harapan yang besar untuk perkembangan literasi Lampung
khususnya tentang cerita rakyat asli daerah Lampung. Dan lihat saja, buku ini
tidak dibuat ala kadarnya, tapi dengan penyaringan ketat lewat sayembara,
diedit serius, dilengkapi dengan ilustrasi berwarna, dan dicetak menjadi buku
yang membanggakan si penulis maupun pembaca yang menerima dan menggunakannya.
Menulis Cerita
Rakyat sebagai Cara Komunikasi
Komunikasi terjadi
kalau ada pemberi pesan, penerima pesan, dan mutlak harus ada pesan yang
disampaikan. Cerita rakyat sebagai salah satu jenis cerita yang diteruskan
secara tertulis atau lisan juga merupakan bentuk komunikasi. Karena itulah tiga
unsur komunikasi itu mutlak harus ada. Dalam terbitan empat buku ini, pemberi
pesan adalah penulis (dibantu oleh editor, ilustrator, penerbit, dan sebagainya,
penerima pesan adalah pembaca atau pendengar, dan pesannya sendiri adalah apa
yang dimunculkan dalam kisah-kisahnya.
Setiap cerita
rakyat adalah sarana komunikasi yang mewajibkan ketiga unsur tersebut ada.
Kalau tak ada pemberi pesan, cerita-cerita ini akan terhenti dan tidak
berlanjut. Kalau tidak ada penerima pesan, buku-buku ini akan teronggok di rak,
perpustakaan atau gudang. Jika tak ada pesan yang disampaikan, kertas-kertas
ini tidak ada gunanya, dianggap sampah dijadikan pembungkus kacang dan akhirnya
dibuang atau didaur ulang.
Ketiga unsur
itulah yang memungkinkan kisah-kisah itu masih berlanjut sampai sekarang dan
terus menjadi sumber inspirasi generasi yang akan datang. Jika dulu dilakukan
secara lisan, lalu ditulis secara sederhana, dan sekarang menjadi buku yang
menarik. Mungkin nanti akan dilisankan lagi dalam pementasan, ditulis lagi
dalam bentuk lain dan seterusnya.
Mengolah Pesan
Pesan atau amanat
merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam cerita rakyat. Dalam cerita
rakyat, pesan ini bisa dimasukkan dalam:
1.
Karakter
tokoh.
Alur cerita rakyat sudah tetap, tidak
berubah, walau memungkinkan ada banyak versi yang berkembang sesuai dengan si
penutur. Salah satu ruang bebas yang bisa digunakan penulis adalah ‘biodata
tokoh’. Saya biasa membuat apa yang saya sebut ‘biodata tokoh’ ini dengan
menuliskan rinci ciri-ciri fisik dan non fisik masing-masing tokoh termasuk
kebiasaan, kecenderungan, dan sebagainya. Biodata tokoh inilah yang nantinya
saya pakai sebagai acuan saat menampilkan tokoh dalam cerita. Di sinilah pesan
itu muncul. Misal seorang tokoh digambarkan sebagai anak baik, artinya: ramah,
mudah membantu orang lain, membuang sampah di tempatnya, merawat tanaman, dan
sebagainya.
2.
Peristiwa.
Peristiwa bisa memberi pesan tentang
akibat-akibat perbuatan baik atau tidak baik. Jika sebuah perbuatan baik tidak
dilakukan, maka akan terjadi sesuatu yang buruk. Atau sebaliknya. Memberikan
penekanan pada peristiwa-peristiwa tersebut bisa menguatkan pesan yang akan
diberikan oleh sebuah cerita.
3.
Kesimpulan.
Beberapa cerita menambahkan kesimpulan
pada akhir cerita untuk menajamkan pesan yang ingin disampaikan. Bisa
diletakkan dalam satu bagian tersendiri, entah dalam kalimat, paragraf atau
bab.
Catatan
Beberapa
kesalahan teknis dalam penerbitan buku-buku sebelumnya sudah diperbaiki dalam
penerbitan kali ini. Yang tampak dalam empat buku ini adalah buku yang indah,
rapi dan berkualitas disertai informasi-informasi penting seperti nama
ilustrator, glosarium, dan sebagainya. Tata letak, ilustrasi dan warna pun
kelihatan lebih matang apalagi menggunakan kertas yang lebih tebal dibandingkan
dengan penerbitan sebelumnya. Pun nuansa Lampung sangat kental dengan
meletakkan beberapa istilah dari Bahasa Lampung. Ini sangat berguna untuk
mengenalkan istilah-istilah Lampung yang sangat biasa dari daerah Lampung.
Beberapa yang
masih harus diperketat adalah:
-
Pengetikan
tanda baca (ada yang tidak perlu (tanda seru dan koma/titik digabung), kurang
tanda kutip di awal atau belakang kutipan, dan sebagainya).
-
Huruf
miring digunakan tidak konsisten dan pada bagian yang tidak diperlukan.
-
Huruf
yang diketik berlebihan (cukup 3 huruf saja, atau konsisten). Ini biasanya
muncul dalam teriakan, suara yang keras atau diperpanjang.
-
Pemenggalan
yang tidak tepat (titik akhir kalimat di baris berikutnya).
-
Huruf
besar di awal kalimat ada yang ilang.
-
Tidak
ada sumber cerita.
Kesalahan-kesalahan
seperti yang saya sebut di atas tidak banyak namun cukup mengganggu saat
ditemui. Sebagian kesalahan itu mungkin terjadi pada saat proses lay out dan bisa diatasi dengan koreksi
akhir sebelum cetak. Dengan demikian, buku ini bukan hanya membawa pembaca
(siswa SD dan SMP atau guru-guru/orang tuanya) pada cerita rakyat Lampung, tapi
juga mengajak mereka untuk belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan secara menyeluruh sebagai sarana
pengajaran etika, budi pekerti dan perilaku baik sebagai personal, sosial
maupun makluk ciptaan. ***
*Yuli Nugrahani, penulis Sultan Domas
Pemimpin yang Sakti dan Baik Hati,
(Kegiatan ini dihadiri oleh para guru SD dan SMP utusan dari berbagai sekolah di Prov. Lampung, siswa-siswi SMP dari beberapa daerah di Lampung, penulis, editor dan peserta pelatihan instruktur literasi yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Prov. Lampung. Saya hadir dalam satu sesi sebagai pembahas buku yang baru diterbitkan, bersama dengan Isbedy Stiawan ZS, dimoderatori oleh Dr. Ganjar Harimansyah dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment