Judul : Akting Berdasarkan Sistem Stanislavski, sebuah pengantar
Penulis : Iswadi Pratama, Ari Pahala Hutabarat
Penerbit : Dewan Kesenian Lampung
Cetakan 1 : Desember 2012
Isi : 164 + xvi halaman
ISBN : 978-602-17839-0-0
"Selama fisikmu dalam keadaan tegang kau tidak bisa menemukan perasaan halus atau kehidupan spiritual perananmu. Oleh karena itu, sebelum kita mulai menciptakan sesuatu kita harus mengusahakan supaya urat-urat kita berada dalam keadaan seharusnya, hingga tidak mengganggu gerakan-gerakan kita." Stanislavski. (Hal. 95)
Cuplikan itu aku tulis untuk mencuatkan satu dari tiga panggung yang disarikan penulisnya dari sistem Stanislavki untuk pengantar akting (Dalam kamus besar bahasa Indonesia, akting = seni/profesi di atas pentas/tv/film, gambaran perwatakan dramatik baik bersifat emosional maupun intelektual yang dinnyatakan dengan suara dan laku, berakting = bermain drama. Makna lain akting adalah pemangku jabatan untuk sementara), yaitu laku fisik. Tiga panggung itu adalah kerja pikiran, kerja emosi dan laku fisik.
Kenapa aku mengambil 'panggung' laku fisik ini sebagai bagian awal tulisan ini? Apakah dua hal sebelumnya yaitu pikiran dan emosi tidak penting? Justru sebaliknya.
Pertama karena aku menganggap bahwa pikiran dan emosi adalah dua hal 'terdalam' yang tidak bisa dilihat secara langsung oleh manusia lain kalau tidak ada laku fisik (gerakan tubuh, ekspresi muka, dan suara.) Kedua karena aku melihat muara dari akting adalah laku fisik yang dilihat oleh penonton. Dari laku fisik itulah para penonton bisa menangkap pikiran dan emosi para aktor. Dengan begitu, pikiran dan emosi adalah dua aspek yang harus menjadi perhatian dan penekanan utama dalam kerja kreatif seorang aktor. Jika dua hal ini sudah 'selesai' (minimal disadari untuk terus diolah), maka fase-fase laku fisik bisa dilakukan dan dikembangkan.
Latihan, adalah sarana seorang aktor untuk melepaskan ketegangan dalam dirinya dan menjadikan tubuh bergerak secara wajar, sadar dan alami. Stanislavski mempunyai metode-metode latihan untuk persiapan gerak tubuh dan suara, sehingga aktor tidak menjadi robot atau zombi belaka, yang berakting tidak wajar, palsu dan dipaksakan. Stanislavski percaya bahwa perasaan sejati manusia adalah bagian yang paling pokok dari akting bagus seorang aktor.
"Jadikan yang sulit itu menjadi kebiasaan, karena terbiasa akan menjadi mudah, dan yang mudah menjadi indah." Itu dikatakan Stanislavski soal sangat pentingnya latihan-latihan. (Hal. 124)
Di bagian akhir buku ini, penulis buku mengingatkan apa yang dipesankan oleh Stanislavki untuk tidak sekali-kali membawa persoalan pribadi ke atas panggung. Mereka harus masuk panggung dengan khusuk dalam sikap mental yang sama dengan para pendeta saat menyiapkan altar. Keheningan ini akan membawa harmoni dalam nyanyian pikiran, hati dan daya kehendak. Maka ketika mereka mulai bergerak dan bersuara, penonton akan melihat laku fisikal yang jujur, benar dan wajar, selaras dengan pikiran dan emosionalnya.
Dan karena keseluruhan hal itu, aku bilang, buku ini bukan hanya baik untuk calon aktor atau aktor, tapi juga baik dibaca oleh manusia yang memang sungguh ingin menjadi manusia. Bukan menjadi manusia robot atau zombi. Buku ini mengajak manusia untuk bertindak secara sadar, wajar, jujur dan benar. Bukan hanya di atas panggung sebagai akting tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
No comments:
Post a Comment