Ada satu ruang di belakang rumahku. Gelap karena selalu tertutup rapat, dikunci pintunya dan ditutup rapat-rapat jendelanya. Semalam aku berada di dalamnya sekitar dua jam. Dua jam yang mendebarkan karena ada seseorang di dalamnya, duduk dengan telepon di telinganya, dan tangan mencoba meraih tubuhku. Tidak kelihatan persis wajahnya, karena aku hanya bisa membayangkannya lewat suhu, suara dan debu. Suhu yang menghangat di seputar tubuhku dan tubuhnya. Suara yang mengalun dalam melodi karonsih lewat bibirku dan bibirnya. Dan debu yang bergerak seturut gerak dan nafas kami berdua. Benar-benar jadi malam yang penuh berdebu, dalam kegelapan. Hingga aku sesak nafas, dan terpincang-pincang menjaga keseimbangan diri.
Untung, benar-benar beruntung setelah detik-detik itu, ada satu celah kecil yang menembuskan berkas cahaya. Sangat kecil. Namun lihatlah. Debu-debu cemerlang dalam berkas itu, berkilauan, bergerak, seperti jutaan bintang kecil yang hidup. Hingga kantuk mengeluarkan kami berdua dari ruang itu, kami hanya bisa duduk terpaku. Takjub pada keindahan debu yang terkena berkas sinar.
(Aku kira, kalau pagi telah datang nanti kami akan saling memandang dan menyapa,"Sayang...")
Gek nyapo neng kono Mbak? Hayo...?
ReplyDelete