Kesempatan menarik kami dapatkan lewat kegiatan Komisi Keluarga Keuskupan Tanjungkarang. Kami diminta untuk mengisi t
alkshow radio Suara Wajar pada Jumat 16 Oktober 2020 pukul 20.00 – 21.30 malam dengan tema “Menyiasati
ekonomi keluarga saat pandemi.”
Supaya tidak lupa aku menuliskan poin-point jawaban kami saat diwawancarai oleh host RSW, Ci Cucu malam itu:
Situasi umum
keluarga-keluarga di masa pandemi
- Situasi umum adalah bertahan, ada yang gaji berkurang dipotong, mengalami phk, tutup usaha dan sebagainya. Sedangkan ada pengeluaran yang bertambah untuk internet dan telepon. Gerak terbatas oleh prokes dan muncul kekuatiran-kekuatiran yang memungkinkan stress tingkat tinggi.
Disiasati dengan:
-
Hemat
-
Bertanam apa pun di sekitar rumah, pangan dari pekarangan
-
Menambah penghasilan
-
Memperkuat akses keuangan (jangka panjang)
-
Dan tetap menabung
Uang itu penting,
tapi bukan yang paling penting. Uang ada di mana-mana, tinggal diambil saja.
Hanya saja yang mampu melihat uang itu orang yang ‘tahu, bijak dan mau
bekerja’. Apakah uang ada di meja makan? Bagi orang yang tahu, bijak dan mau
bekerja, ada uang di situ. Dalam semangkuk sambel saja ada uang, di atas pohon
ada uang, di jalan ada uang, dan seterusnya.
Salah satu kesalahan atau keberuntungan kami ini adalah
tidak pernah bermimpi kaya raya, kami hanya memimpikan : pas-pasan. Pas pengin
makan sate, ada. Pas pengin pergi ke Bali ada tiket. Pas butuh bayar SPP ada,
dst. Jadi ya serba pas saja.
Tidak pernah menjadikan uang sebagai berhala.
Pengeluaran :
-
Kebutuhan makan minum sehari-hari (harian)
-
Kebutuhan per bulan (bayar sekolah, listrik, telpon,
internet, angsuran pinjaman, tabungan dst)
-
Kebutuhan per tahun (rekreasi/mudik)
-
Kebutuhan tak terduga (social cost, dll)
Pengelolaan uang lewat satu
pintu. Tidak ada uang suami atau uang istri, tapi uang adalah milik bersama,
dikelola bersama digunakan bersama.
Ada minimal 3 lembaga yang terkait dalam pengelolaan
keuangan:
1. Bank
2. Koperasi
3. Pegadaian
Ketiganya untuk tabungan, transaksi, ‘dompet kebutuhan
sehari-hari’.
Selain 3 lembaga itu ada jarring pengaman: keluarga dan
teman. Kudu bisa dipercaya oleh mereka, kudu peduli mereka.
Tentang hutang. Ada, ada
hutang. Dari pembelajaran: hutang harus dilakukan saat tidak darurat. Jangan
berhutang saat darurat. Dengan demikian hutang benar-benar direncanakan.
Ini juga provokasi dari Bob Sadino alm. Dia mengatakan kita
mesti berhutang selama kita masih bisa berhutang. Bukan untuk konsumsi, tapi
untuk diperkerjakan. Dengan perencanaan matang dan hati-hati (bukan untuk
darurat) maka hutang menjadi sarana produktif bagi kita.
Memanfaatkan
peluang. Ada banyak peluang. Contoh: SAM bengkel dan sparepart. Ini usaha yang
kesekian setelah banyak kali kegagalan. Dibuka pada Juli 2020, saat semua orang
mengeluh usahanya lesu. Peluang ini ditangkap karena :
-
Ada teman yang membutuhkan pekerjaan
-
Harapan menjadikannya sarana keuangan di masa depan
Ada satu istilah yang bisa dipegang: diversifikasi sumber
penghasilan. Misal menjadi buruh, dapat gaji, jangan hanya mengandalkan gaji
itu, karena itu tak akan cukup. Harus ada sumber lain. Dengan demikian orang
punya kemerdekaan. Saat harus memilih maka pilihan terbaiklah yang dibuat,
bukan karena terpaksa memilih hal itu.
Tantangan-tantangan:
Banyak sekali. Ada banyak situasi darurat yang membuat
kepala pusing juga.
-
Minimnya keberanian menanggung resiko. Keluarga guru dan
pegawai, tidak ada yang pengusaha.
-
Pengalaman yang dipunyai lebih banyak pengalaman kegagalan
-
Melibatkan orang-orang yang tak bisa sepenuhnya dalam
kendali kita. Kalau mereka memilih pergi, ya kita mau apa. mesti ada
alternatif2 perencanaan
-
Pasar yang harus dibangun terus menerus. Lagi-lagi tentang
kepercayaan.
Membangun harapan:
Dilakukan dengan cara:
-
Meminimalkan kekuatiran dengan melihat masa terpendek yang
paling aman.
-
Mengubah rumusan keinginan: bukan ingin pada ‘kata benda’
tapi ingin pada ‘kata kerja’
-
Memperkuat relasi keluarga, saling percaya, saling menerima
-
Melakukan keseimbangan jasmani dan rohani: jalan tiap
minggu bersama LHHH
-
Berdoa sepanjang hari bahkan saat melakukan hal-hal lain
Harapan untuk
keluarga-keluarga:
Semua upaya tak mungkin dilakukan sendirian. Mesti ada
dalam kekuatan komunal juga. Koperasi masih menjadi jawaban yang terutama
tentang kekuatan komunal itu dengan prinsip2: dari oleh dan untuk.
Membangun kepedulian. Tidak berorientasi pada diri sendiri
tapi pada kekuatan bersama.
Dan yang utama : selalu mendekat pada kehendak Tuhan. Terus
mawas diri terhadap covid dan dampaknya.