Pada Selasa 10 Nopember 2020, bersamaan dengan Hari Pahlawan, aku mendapatkan kesempatan menarik untuk hadir bersama puluhan lembaga masyarakat di salah satu ruang Pemkot Bandarlampung dalam rangka mendorong pembentukan Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PUSPA) Kota Bandarlampung.
Aku hadir mewakili Forkom PUSPA Provinsi Lampung. Bu Ari Darmastuti, ketua, berhalangan hadir sehingga aku sebagai wakil ketua II mewakili beliau sebagai utusan Puspa Provinsi untuk menyampaikan pengalaman-pengalaman atau praktik-praktik baik yang sudah kami lakukan dalam Forum Puspa Provinsi Lampung dalam menjalankan mandat.
Dalam waktu yang sangat terbatas aku menyampaikan beberapa hal:
1. Sejarah Puspa
2. Visi Misi
3. Lembaga-lembaga yang sudah tergabung dalam Puspa Provinsi
4. Kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan dan dirancang untuk dilakukan
5. Dan terakhir, aku menyampaikan semangat yang mestinya ada dalam gerakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Kutekankan pada bagian akhir ini bahwa manusia itu laki-laki dan perempuan, dua-duanya, bukan salah satu saja, dan tak ada kelas 2 manusia. Semua, laki-laki dan perempuan dengan segala hal yang melingkupinya memiliki martabat dan hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia.
Kutandaskan bahwa semua orang entah laki-laki atau perempuan adalah sempurna dengan kebutuhan masing-masing yang khas. Ya, setiap manusia memiliki kebutuhan khusus, maka seluruh kebutuhan itu harus masuk dalam program pembangunan masyarakat atau negara.
"Kalau saya punya hak untuk bicara disini, maka siapa pun juga punya hak yang sama. Tapi bagaimana teman-teman yang punya kebutuhan khusus bisa sampai di lantai 3 jika tak disediakan fasilitias yang bisa memenuhi kebutuhan mereka karena mereka menggunakan kursi roda.?
Aku mau bilang bilang bahwa gedung di pemkot Bandarlampung ini terlalu ekslusif, tak bisa dijangkau oleh kelompok berkebutuhan khusus. Dan itu hanyalah satu contoh karena kita masih bisa melihat di seluruh kota bahwa kota ini tak ramah dengan semua orang berkebutuhan khusus. Jalur kuning di trotoar hanya icak-icak, sehingga orang yang tak mampu melihat bisa tiba-tiba menabrak tiang listrik atau masuk got. Jembatan penyeberangan berlubang-lubang sehingga perempuan pakai rok pasti tak nyaman melaluinya. Dan sebagainya.
Aku tidak marah dengan situasi ini, tapi ini sangat serius harus dipikirkan oleh para pengambil kebijakan karena merekalah yang bertanggungjawab atas terbentuknya Bandarlampung inklusi, untuk semua manusia tanpa diskriminasi, tanpa kecuali.
No comments:
Post a Comment