Nego
Langkahku semata penari,
dalam rancak musik calung,
bahkan hujan panas kuabai,
terserap dalam tepuk riung.
Itulah rayu yang ditolak katup mimpi,
terbelit geliat bangun tidur,
merupa jari telanjang tanpa taji,
seketika membebaskan aku dari lumur.
Kalau pagi seberuntung ini,
selongsong peluru akan kosong,
tidak ada ledakan lagi nanti,
di tengah siang merongrong.
Jadi, kupastikan artimu bisa kutawar,
rendah atau tinggi menjulang,
tergantung matahari mana bersinar,
dan hujan siapa mengalang.
Bukan pada tubuhmu,
yang menyusup dadaku,
tapi tunas di kepalaku,
akan menahanmu.
No comments:
Post a Comment