Rm. Fritz mengkritik talk show di Radio Suara Wajar yang aku adakan bersama teman-teman Forum Komunikasi Serikat Pekerja Lampung (FKSPL) tanggal 1 Mei lalu dalam rangka hari buruh. Menurutnya, talk show yang disiarkan langsung selama 1 jam itu terlalu menekankan buruh sebagai pihak yang lemah, tertindas dan tertekan. Mestinya sisi lain juga ditekankan yaitu soal buruh atau pekerja sebagai tangan ilahi yang turut serta dalam karya kerja Allah. Disodorkan kepadaku St. Yusuf yang diangkat sebagai pelindung para pekerja dan menurut tradisi gereja digambarkan sebagai pekerja tekun nan sederhana. Nilai-nilai kerja seperti itu juga harus diangkat supaya imbang, tidak hanya sekedar menuntut dan merasa lemah sehingga bisa lebih berdaya dan menghargai pekerjaannya. Menurut si romo, kerja bukan hanya soal perut tapi soal pengembangan diri dan menjadi tangan Allah.
Aku setuju! Tapi langsung 'mbededeg sebah' campur gelisah.
Terakhir ini yang pertama mengkili-kili perutku. "Nah, masalahnya para buruh sekarang ini bekerja masih memperjuangkan perut. Perutnya masih kosong. Bagaimana berpikir soal nilai kerja, apalagi di hadapan Allah yang punya gawe besar penyelamatan dunia. Wong kerja yang dilakoni itu karena tidak ada pilihan lain!" aku membela. Dan untuk hari buruh kemarin itu memang FKSPL ingin menekankan bahwa buruh tertindas bukan akibat diri sendiri tapi ini terkait banyak faktor, dengan pihak lain : Pengusaha dan Pemerintah. Khususnya pemerintah yang bisa menentukan abang ijone negara. Jadi mau apa, ketika teriakan : Mayday, mayday, mayday... yang semakin melemah malah dijawab dengan pleton-pleton polisi dan pagar berduri. Ini perlu pertolongan, perhatian, segera! Jika tidak, semua rusak. Buruh adalah warna bangsa. Lha nek buruh rupane segitu getirnya, segetir itulah bangsa kita. SBY-KL, pemimpin bangsa, teman-teman sekalian, mayday, mayday, mayday, mayday, mayday, mayday, mayday,........
No comments:
Post a Comment