Wednesday, May 23, 2007

Mengunjungi Kampung Pelayaran, Balikpapan

Kamis hingga Minggu (17 - 20 Mei) 2007 aku mengadakan perjalanan ke Balikpapan bersama ibu dan Yeni. Bertiga lepas dari rutinitas pekerjaan rumah tangga maupun pekerjaan kantor. Tidak nyangka ini menjadi perjalanan yang menyenangkan dan jauh dari perkiraan semula yang 'hanya' niat menghadiri perkawinan Veka.
Perjalanan dimulai dari Bandara Sukarno Hatta. Aku udah cangkruk di situ dari subuh karena naik travel dari Lampung, diantar pertama kali. Dua jam kemudian baru ibu dan Yeni muncul. Aduh, ngantuk dan capek. Ikut dalam penerbangan pertama Lion Air, pukul 6.50, terasa segar kembali karena obrolan bertiga. Yah, lumayan melepas kangen. Terakhir bertemu mereka berdua pada akhir tahun kemarin. Jadi ya, seneng-seneng aja.
Perjalanan ke Balikpapan ditempuh selama 2 jam. Dengan lapar, karena rupanya Lion hanya menyediakan segelas air. Sepotong kecil wingko sisa dari travel dipotong jadi 3 untuk mengganjal perut. Hehehe...dasar tidak cerdas dan kegeeran penuh harap. Jadinya begitu itu, kelaparan di dalam pesawat. Sebenere aku niat memakai waktu 2 jam perjalanan itu untuk mewawancarai ibu berkaitan dengan silsilah keluarga Gringging. Tapi kurang nyaman, enakan ngobrol tentang apa saja. Toh beberapa kisah tentang kung dan mbah pasti muncul juga.
Bandara Sepinggan Balikpapan, sangat bersih. Keluar dari bandara ini menuju Kampung Pelayaran, kami terbengong-bengong melihat kota ini rupanya sangat rapi. Terasa aman. Indah. Bayangin, sepanjang perjalanan kami melihat laut di sisi kiri dan perbukitan hijau di sisi kanan. Kampung Pelayaran ada di dekat pelabuhan. Berada di antara perumahan untuk Pertamina. Sangat kontras. Pertamina punya, rumah sangat besar dengan halaman luas tanpa pagar, ditumbuhi rumput hijau yang rapi selalu dipotong sepertinya. Tanah yang naik turun mengingatkan perumahan ini seperti di lapangan golf. Hehehe.... Nah, rumah para warga biasa di sekitaran Kampung Pelayaran ini berjejal dan padat. Rumah-rumah berdempetan tanpa halaman, dan berusaha dibangun naik untuk membuat ruang yang longgar. Soal bersih dan indah tetep. Aku terkesan dengan tangga-tangga yang ada di setiap rumah. Ya, tentu saja mereka butuh tangga karena rumah-rumah itu berada di perbukitan naik turun. Bisa jadi ruang tamu datar, tapi dapur dan kamar mandi di bawah sana, tempat tidur naik ke atas. Bisa olah raga gratis pokoknya naik turun untuk keperluan sehari-hari.
Kampung ini dihuni oleh pendatang-pendatang dari Jawa khususnya Jawa Timur sekitar Kediri, Nganjuk, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Surabaya dan Madura. Maka bahasa sehari-hari tidak asing lagi. Pokoke jadi belajar bahasa Jawa halus kembali (dengan logat dan kosa kata amburadul). Yang aku kunjungi ini saudara dari Bapak. Pak Puh Kardoyo adalah suami dari kakak bapakku yang sudah meninggal (aku kira mbak kandung beda bapak dengan bapakku). Mereka tidak mempunyai anak tapi mengangkap seorang anak perempuan yang kami panggil Mbak Tres. Anak mbak Tres inilah si Veka yang melangsungkan pernikahan.
Kamis, terlampaui dengan ngobrol kangen-kangenan, dolan ke Kebun Sayur dan Klandasan, makan kepiting di Dandito, dan tidur dengan pulas hingga ampir siang. Jumat begitu juga, ngobrol, makan dolan, malam hari ijab kabul si Veka dengan Iwan. Ditutup dengan kunjungan ke rumah Pak Amir, salah seorang yang setiap datang ke Jawa pasti tidur menginap di rumah Kediri. Sabtu dari pagi hingga malam pesta nikah meriah. Tapi kami dolan juga di sela-selanya. Klandasan again. Minggu ngobrol makan, terus pulang. Di Sepinggan nunggu beberapa saat. Kami naik Lion Air pukul 12.40. Beberapa detail cerita Balikpapan aku ceritakan dalam tulisan lain. Aku kira bisa beberapa tulisan lagi deh. Asyikkk....

No comments:

Post a Comment