Wednesday, May 23, 2007

Pesta Jawa di Kampung Pelayaran

Tidak kebayang! Bahkan di pulau Kalimantan nun jauh di sana itu, sebuah pesta Jawa lengkap bisa diikuti. Acara tonjok menonjok nan heboh masih dipeliharan. Ini nih adalah tradisi untuk menghantarkan makanan ke para tetangga dan sanak keluarga sebelum acara pesta manten. Beberapa hari sebelumnya. Tiba di Kampung Pelayaran sehari sebelum pesta manten, tuan rumah sedang sibuk dengan acara tonjokan ini. Makanan-makanan dikemas dalam rantang dan diantar menurut daftar yang sudah dibuat. Lihat menunya, mi goreng, ayam dan telur bumbu merah, sambel goreng. Jawa banget resepnya.
Calon manten sendiri dirawat dengan lulur dan temung. Supaya kulitnya bersih bersinar dan tidak keringatan saat dirias nanti. Tentu saja dia tidak boleh keluar rumah.
Jumat 18 Mei 2007 menjadi saat untuk ijab kabul. Dengan perhitungan hari tanggal yang matang, juga jam hingga ditentukan saat yang paling baik adalah pukul 8 malam. Riasan Jawa, makanan Jawa, cara Jawa. Hehehe...bahasa Jawa pula.
Hari Sabtu 19 Mei jadi hari spesial. Manten dengan kebaya hitam bersulam emas khas manten Solo temu di depan rumah. Mengikuti adat lempar beras kuning, pecah telur, cuci kaki, sungkem suami, lalu diboyong ke pelaminan dengan gendongan mesra ibu memakai kain sidomukti (jadi bahagia). Di pelaminan, mereka sungkem ke orang tua. Kacar kucur, yaitu menumpahkan biji-bijian ke pangkuan istri menjadi simbol bahwa suami mencari nafkah dan memberikannya kepada istri. Lalu suap-suapan nasi kuning dan minum.
Aku selalu tertarik pada makanan. Ada beberapa deret menu yang bisa diambil secara prasmanan oleh para tamu. Kekhasan Jawa muncul dengan kuat. Ya, wong menunya ada gudeg lengkap dengan ayam, krecek, telur. Lalu nasi pecel, dan peyek. Deretan lain yang di luar Jowo adalah coto makasar dan bakso. Kue-kue mini dan buah ada di pondok-pondokan yang lain. Aih, bener-bener pesta aku. Semua diincip. Hebatnya sambil diiringi karawitan dengan gamelan lengkap, walau beberapa lagunya lagu kontemporer campur sari campur dangdut.
Pesta meriah berlangsung hingga pukul 9 malam dengan tamu tak henti-hentinya mengalir. Pukul 9 malam, seluruh makanan ditarik ke dapur dan pentas wayang dimulai. Dalangnya Ki Greng dari Sragen dengan sinden lokal dan impor dari Jawa. Gak mudeng ceritanya apa, tapi melihat banyaknya penonton, kesenian ini masih menjadi primadona untuk tontonan rakyat Jawa di Balikpapan. Sampai pagi.
Aku bersama Yeni dan Ibu, gak melihat wayang ini, tapi malah nongkrong makan nasi pecel pincuk Tulungagung diantara deretan penjual makanan yang memeriahkan malam wayang kulit ini. Harganya? Wuih mahal. Bertiga makan nasi pecel di pincuki, pake tempe goreng dan peyek 23 rebu bok. Di Gringging angka itu bisa untuk 15 orang menu yang sama. Tapi puas nikmat, gak disesali.

No comments:

Post a Comment