Thursday, November 28, 2019

Perjalanan ke Agats (1): Mengenali Transportasi Agats pada Perjumpaan Pertama

Bandara Mozes Kilangin Timika

Ongkos pesawat Timika Ewer.

Salah satu alat transportasi di Agats, longboat.

Pelabuhan Ewer untuk menuju tempat lain di Kabupaten Asmat.

Jembatan Jokowi di Kampung Syuru Agats.

Motor listrik, satu-satunya transportasi darat di Agats.

Bandara Ewer, pakai gerobak untuk mengangkut bagasi.

Pesawat twin otter, yang paling banyak menghubungkan daerah2 di Papua.

Rencana perjalanan ke Agats kupersiapkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Usai berbagai materi beres, sehari sebelum keberangkatan aku baru bisa browsing tentang Agats, itu pun hanya sebentar karena berbagai hal yang mesti kukerjakan pada minggu itu. Tanggal 19 Nopember 2019 sore, menggunakan Garuda dari Lampung ke Soekarno Hatta, lalu dari sana menuju Timika pada 21.35. Perjalanan lancar hingga mendarat tepat waktu di Bandara Moses Kilangin Timika pada 20 Nopember 2019. Hingga saat itu aku belum juga mendapat jawaban tentang pesawat yang akan membawa kami ke Agats. Naik pesawat apa, jam berapa dan kode booking kami mana. Semuanya tak ada jawaban.

Rm. Hendri yang menjemput kami memberi jawaban pendek saat kami sudah di ruang makan Ursulin: "Penimbangan jam 11. Nanti saya antar ke tempat penimbangan."

"Lalu terbang jam berapa?"

"Mungkin jam satu atau setengah dua. Pokoknya bersiap saja." Oh. Lalu tiketnya mana? Pesawat apa? Hehehe... tak ada jawaban.

Pukul 11.00 kami tiba di kantor Rimbun Air. Bagasi ditimbang, orang dengan bawaan juga ditimbang. Harga tiket Rp. 1.800.000 per orang, dengan maksimal berat 80kg plus bawaan kabin. Lalu bagasi Rp. 20.000 per kg, tak ada free bagasi. Semua harus dibayar. Total per orang mesti membayar sekitar Rp. 2 jt. Beratku plus ransel adalah 67 kg, masih di bawah berat maksimal. Lalu bagasi 11 kg. Pesawat yang digunakan adalah tipe Twin Otter, isi 17-18 orang, tujuan Ewer. Dari Ewer kami akan melanjutkan perjalanan ke Agats dengan menggunakan speedboat atau longboat.

Dari sana kami lihat masih ada waktu sehingga kami mampir makan siang di warung pecel di kota Timika, enak dengan porsi jumbo ang membuat berat badanku nambah 1 kg. Hehehe... Saat makan Rm. Hendri menyempatkan memberi penjelasan tentang hal-hal penting yang mesti kami ingat saat di Agats demi kesehatan kami semua: "Jangan sampai lupa minum biar tidak dehidrasi. Udara sangat panas, usahakan setiap jam minum air putih dan bawa botol minum ke mana pergi. Makan secukupnya jangan sampai lapar tapi juga jangan terlalu kenyang sehingga masih bisa memasukkan air putih dalam tubuh. Malaria mengintip di mana-mana, jadi jaga tubuh tetap sehat."

Sejam kemudian kami diantar ke Bandara Baru Moses Kilangin, bandara di kompleks yang sama dengan pesawat kedatangan kami di Timika tapi bangunan lain di sisi lain. Bandara itu kecil dan sedang dalam pembangunan. Konon kalau bandara baru ini selesai semua penerbangan domestic dan internasional akan melalui bandara ini sedang bandara lama hanya dipakai untuk kepentingan Freeport.

Menunggu di dalam bandara, kami tidak kunjung menerima pemberitahuan keberangkatan hingga ketika pukul 15.00, petugas memanggil penumpang menuju Ewer. Bukan untuk berangkat tapi untuk membatalkan penerbangan. Hah. "Penerbangan dibatalkan karena pesawat tidak mendapatkan bahan bakar. Silakan menanyakan informasi lanjut ke kantor Rimbun Air, jika anda ingin membatalkan penerbangan atau mengetahui penerbangan besok."

Ndak bisa ngomong. Waduh. Kami segera kontak Rm. Hendri untuk menginformasikan hal tersebut dan minta nasihat apa yang mesti kami lakukan. Beberapa saat kemudian Rm. Hendri menjemput sambil tertawa-tawa: "Ini hal biasa, Yul."

Jadi kami ke kantor Rimbun Air, mengambil bagasi. Rm. Hendri menjanjikan untuk urus kepastian keberangkatan kami ke Agats, dan meminta kami istirahat saja. Jadi malam itu kami tidur di Timika, menginap di Grand Mozza, satu hotel yang dekat dengan bandara. "Nanti saya kabari penerbangan besok bagaimana."

Maskapai tidak bisa menjanjikan jam berapa kami akan terbang. Tapi berkat upaya Rm. Hendri, malam itu kami mendapatkan informasi bahwa kami akan terbang sepagi mungkin dengan pesawat apa pun yang ada. Setelah melalui perubahan jam beberapa kali, kami akhirnya kembali ke bandara pada pukul 06.00. Bandara yang kami tuju masih dalam kompleks Moses Kilangin, tapi gedung yang lain yang berbeda dengan yang pertama dan kedua.

Kami ditimbang lagi. Pesawat yang akan membawa kami ke Ewer adalah Airfast, twin otter isi 18 orang. Terbang saat jam sudah lewat dari 08.00. Pesawat kecil ini membawa kami dengan tenang, karena cuaca sangat bagus. Butuh waktu sekitar 45 terbang. Luar biasa memandang alam Papua dari pesawat kecil yang terbang rendah semacam ini.

Selain pesawat kecil, sebenarnya ada kapal ferry atau speedboat yang bisa digunakan untuk menjangkau Agats dari Timika. Kapal ferry bisa membutuhkan waktu sekitar 10 jam, sedang speedboat membutuhkan waktu sekitar 6 jam. Tentu keduanya tidak direkomendasikan dalam perjalanan singkat seperti ini walau cuaca nampaknya sedang bagus.

Sampai di Ewer kami sudah dijemput oleh Luise, panitia sie transportasi Keuskupan Agats, bersama kru perahu membantu kami mengurus bagasi dan memindahkannya ke longboat milik Keuskupan Agats. Perjalanan ke Agats dengan longboat ditempuh sekitar 30 menit, melewati muara, laut dan masuk menyusuri sungai besar hingga sampai Pelabuhan Misi di Agats.

Ooohhh, kota Agats nan indah ini ternyata berdiri di atas rawa. Aku tak pernah menyangka kalau seluruh kota dibangun di atas rawa. Jadi naik ke darat itu artinya jalan di atas rawa, rumah di atas rawa dan seluruh aktifitas di atas rawa.

Panitia membantu kami membawa koper ke Hotel Sang Surya, tempat kami menginap selama di Agats, dan kami berjalan kaki untuk mencapai hotel ini. Tak ada alat transportasi selain motor listrik, perahu dan jalan kaki.

No comments:

Post a Comment