PEZIARAH
Pejalan cahaya yang akan menembus ruang dan waktu karena
kehendakNya
Penulis: Andi Suandi
Pengantar: Eka Budianta
Desain sampul: Andi Suandi
Lay out: Muali Midi
ISBN: 979-99394-1-0
Penerbit: Yayasan Seni Visual Indonesia
Cetakan pertama: Oktober 2013
Ukuran : 20X21 cm
Aku tak terlalu ingat tahun kapan aku mendapatkan buku puisi ini. Yang kuingat waktu itu aku selesai rapat di Cikini, seperti biasa mampir ke Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan harapan bisa melihat pertunjukan teater, atau pameran, atau ada buku bagus murah di kedai Bang Jose, atau nonton film entah apa gitu, atau sekadar nongkrong makan di warung-warung di halaman TIM.
Nah, waktu itu, ada pameran lukisan beberapa pelukis. Setelah berputar keliling menikmati lukisan-lukisan, aku dicegat di pintu masuk, yang juga pintu keluar untuk menulis buku tamu. Saat itu dua orang yang ada di situ bertanya dari manakah aku, tahu dari mana tentang pameran itu dan sebagainya. Saat aku menjawab aku dari Lampung, salah satu dari antara mereka menyebut nama Oyos, seorang wartawan. Ya, tentu saja aku kenal.
Jadilah kami ngobrol bertiga di meja di situ, toh aku juga tak sedang berburu-buru. Aku memberikan salah satu buku yang sedang kubawa dan sebagai gantinya aku mendapatkan buku kumpulan puisi dari salah satu pelukis itu, Andi Suandi.
Buku itu tersuruk begitu saja di rak bukuku, masih terbungkus plastik sampai tadi sore saat aku mencari-cari buku untuk kubaca, aku meraih buku tersebut dan membuka plastik pembungkusnya.
Buku ini berisi 160 puisi, dengan judul sama: Peziarah Pejalan Cahaya. Dari 1 – 160 puisi yang ada, dalam daftar isi dijadikan 7
bagian. Yaitu: 1 – 61. 62 – 83 (pertemuan dengan peziarah Sai Baba, 84 – 102, 103 –
106 (pertemuan dengan peziarah Bawa Muhaiyaddeen), 107 – 116, 117 – 119 (pertemuan
dengan peziarah Raden Ngabehi Ranggawarsito), dan 120 – 160. Kebanyakan puisi
disertai sketsa hitam putih, Sketsa Hitam Putih Peziarah, dengan penanda angka yang sama dengan puisi yang dimaksud.
peziarah pejalan
cahaya #6
Bagaimana engkau
bisa bebas dari Madu-Nya,
wahai engkau yang
puas dengan tanda?
Apa yang lahir
dari sifat dan nama?
Khayalan,
Namun khayalan
yang menunjukkan jalan menuju Kebenaran.
Tahukah engkau
arti nama,
jika tanpa
hakikat?
Pernahkah engkau
memetik sirih
Dari sederetan S,
I, R, I, H?
Engkau telah
menyebutkan nama itu
Pergi!
Carilah sesuatu
yang diberi nama.
Bulan itu di
langit
bukan di air. Itu hanya
bayangannya.
Sudilah engkau
berangkat
ke balik nama dan
huruf,
sucikanlah dirimu
sepenuhnya.
Dan saksikanlah,
Dari lubuk hatimu
sendiri,
Seluruh pengetahuan
para Nabi.
Tanpa buku
tanpa belajar,
tanpa pengajar.
Dan jika aku bertemu dengan Andi lagi pada kesempatan yang lain, aku akan senang bertanya-tanya padanya tentang puisi ini. Atau, kalau tidak bertanya-tanya, aku bisa menyatakan yang sudah kuungkapkan di sini, bahwa aku tersandung pada puisi ke 6 dalam buku ini. Mengapa? Karena puisi ini tampak paling sederhana dalam pemilihan kata dan kalimatnya dibanding puisi-puisi lain. Karena puisi ini tampak benar-benar menjadi puisi dalam perasaanku saat membacanya pada kesempatan pertama. Karena aku memang suka dengan puisi yang ini dibandingkan dengan puisi-puisi lain dalam buku ini.
Nah, tak usah protes. Jika kau menemukan puisi lain dari Andi yang ingin kau nyatakan, silakan tulis di komentar. Aku akan senang hati menggunakannya sebagai rekomendasi untuk kubaca ulang.
No comments:
Post a Comment