Friday, December 21, 2018

Advent 2018 (4): Masih tentang Pekerjaan-pekerjaan

Aku menyebut pekerjaan pertamaku adalah koordinator perburuhan di Vincentian Center Indonesia (VCI). Walau pun sebelumnya aku memberikan les tambahan untuk siswa siswi SMP, tapi lembaga yang resmi mencatatku sebagai pekerja ya di VCI ini. Ada kontrak kerja, ada gaji tetap dan ada pekerjaan rutin non rutin yang kukerjakan.

Pekerjaan ini tidak serta merta begitu saja kudapat. Ini kukira karena kedekatanku dengan para frater dan romo CM yang memang sudah terjalin sejak aku kuliah di Malang. Aku sering ikut kegiatan mereka. Pernah bersama-sama dalam jaringan Kelompok Setia Kawan (KSK). Ini kelompok dari berbagai macam ragam orang, mahasiswa, juga orang-orang yang peduli pada masyarakat miskin kota. Kegiatan utama adalah kunjungan ke komunitas pemulung, pengemis, gelandangan dan sebagainya di sekitar Kayutangan. Beberapa kali kerjasama dengan Gereja Kayutangan dengan membuat bazar murah, dengan barang-barang yang dikumpulkan dari banyak pihak yang peduli, entah bahan pangan atau pakaian. Bahkan aku pernah menjadi ketuanya.

Aku juga pernah ikut program Kalbar, yaitu sebulan di Kalimantan Barat dengan difasilitasi CM. Persiapan kurang lebih satu tahun untuk seleksi dan menyiapkan kami dengan pelatihan ansos, pendataan, live in dan sebagainya. Persiapan yang matang dan asyik, apalagi semuanya gratis. Hehehe...

Ketika aku lulus kuliah, belum wisuda, aku ditawarin masuk ke VCI untuk perburuhan. Nol pengalaman tentang buruh tapi aku mau. Dan itulah saatnya aku belajar tentang dunia buruh di sekitaran Bandulan dan Pandanlandung. Pekerjaan yang tak mudah dipahami bahkan harus kulalui dengan tinggal di kostan buruh, mencoba menjadi buruh dan sebagainya. Dari sanalah aku mendapatkan jaringan-jaringan perburuhan di Malang.

Karena aku mendapatkan tugas tambahan untuk mengelola buletin Terlibat (namanya aku yang paksain dipakai. Terlibat. Kalau mau membantu orang miskin harus terlibat, itulah semangatnya.), aku tak sengaja melihat pengumuman di Malang Post untuk ikut pelatihan jurnalistik. Pelatihan itu berbayar, tapi aku tak pernah membayar sepeser pun untuk pelatihan ini dan malah aku ditawarin untuk menjadi wartawan di Malang Post. Jadilah aku masuk ke lembaga kedua dimana aku menjadi pekerja resmi. Sampai beberapa lama aku masih merangkap dua pekerjaan di VCI dan Malang Post, hingga kemudian aku memilih: aku bekerja untuk Malang Post, sampai aku menikah dan pindah ke Lampung.

Lampung adalah tempat yang baru. Tak ada sahabat, tak ada sejarah. Beruntung pada suatu minggu usai misa aku bertemu Mgr. Henri. "Datanglah ke rumah nanti jam 7 malam," ujar Mgr. Henri setelah beberapa detik berjabat tangan. Mgr. Henri menuliskan alamat rumah dan menyodorkan padaku.

Malamnya aku diantar Mas Hen benar-benar datang. Hanya untuk bicara ngalor ngidul termasuk tentang Keuskupan Tanjungkarang. Lalu Mgr. Henri mengundangku ke kantor keuskupan hari Rabu setelah hari minggu itu. Aku menyanggupi untuk datang. Tak hanya ngobrol, aku diajak berkeliling kantor keuskupan, dikenalkan dengan beberapa orang karyawannya. Salah satunya Sr. Mathea yang pernah kukenal dalam sebuah pertemuan perburuhan.

Usai itu, Mgr. Henri menawariku,"Bekerjalah di sini. Rintis bagian justice and peace."

Tentu saja aku kaget. Aku menawar dengan dalih memikirkannya dan masih akan pergi ke Bandung dan Surabaya dalam waktu dekat. Mgr. Henri memberiku waktu dua minggu. Dan saat waktu dua minggu itu lewat, aku datang lagi ke rumah Mgr. Henri. "Saya bersedia, Mgr."

Keesokan harinya aku sudah bekerja untuk keuskupan Tanjungkarang di bagian justice and peace, mendapat satu ruang di lantai atas dan dibekali beberapa map dan buku oleh Mgr. Henri untuk merintis bagian justice and peace. Itu adalah bulan Nopember tahun 2000. Pada akhir bulan itu aku mendapatkan honor pertamaku Rp. 250 ribu. (Aku menganggapnya sebagai uang saku, tidak cukup untuk ongkos naik angkot. Aku harus naik angkot 3 kali setiap kali akan ke kantor, PP aku butuh belasan ribu sedangkan hari kerja 6 hari per minggu waktu itu. Aku bilang ke mas Hen,"Pokoke aku kudu disubsidi supaya bisa ke kantor tiap hari." Hehehe.)

Saat ini sudah 18 tahun lewat aku bekerja di kantor ini, dan menempati ruang bawah dengan nama bukan lagi bagian tapi Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau disingkat KKPPMP dengan bidang garapan gerakan aktif tanpa kekerasan, perburuhan dan anti human trafficking, ekologi, advokasi dan paralegal termasuk pendampingan para narapidana di lembaga pemasyarakatan, serta gerakan kesetaraan gender. Aku tidak bekerja sendiri di sini, tapi dibantu oleh Rm. Greg dan para relawan.

Sampai kapan aku di sini? Hehehe... aku tidak tahu. Bahkan ketika aku diminta mengerjakan Majalah Nuntius menjadi majalah bulanan dari tahun 2005 - 2014, aku pun tetap mensyaratkan kerja di bidang ini sebagai kerja utamaku.

No comments:

Post a Comment