Lumpur mengenangi kuburan ketika aku datang.
Ujung nisan berganti celepuk didih cairan belerang.
Jalanan memeluk batu berselimut keranjang kawat.
Lasakku menyeret kaki mencari celah paksa untuk lewat
Di ujung liang mata membuka petunjuk setapak.
Mereka tengah mengembalikan meja – meja lapak!
Palu pertama diketukkan pada sol-sol sepatu.
Benang-benang dikaitkan pada saku-saku baju.
Mereka sembunyikan air mata bukan untuk lupa!
Darah dialirkan bukan semata menghias luka!
“Tangan kami bukan mengatung, kau lihat!
Tangan kami mengepal! Tanda seru di akhir kalimat!”
Aku sengaja tarik tali busur menghujam dada.
Jantungku teriris kata yang mengucap : Saudara.
No comments:
Post a Comment