Dulu yang namanya Dharma Wanita itu akrab di telinga. Ibu Titik, ibuku termasuk penggiat di Kecamatan Grogol Kediri, maka tak asing kalau tiba-tiba suatu hari ibu bilang akan rapat Dharma Wanita. Ibu akan memakai seragam yang berbeda dari biasanya ketika mengajar, dan berangkat pulangnya pun pada jam yang berbeda. Dan karena rapatnya akan diadakan di kantor kecamatan atau kantor dinas atau kantor mana gitu, biasanya pulangnya akan membawa oleh-oleh. Sebenarnya bukan oleh-oleh yang sengaja beli, tapi sekotak kue atau nasi yang dibagikan saat rapat. Seingatku ibu selalu membaca kotak itu utuh dan 'dipurak', dibagi beramai-ramai oleh kami bertiga anak-anaknya. Tidak pernah dimakan sendiri (Kok beda sama aku ya, setiap dapat jatah rapat atau acara aku langsung santap di tempat. Jarang kubawa pulang. Akan kuingat lain kali bahwa dibawain oleh-oleh ibunya itu menyenangkan walau rebutan.)
Sekian lama, nama Dharma Wanita tidak bergaung di telinga maupun otak juga hati. Aku bukan istri Pegawai Negeri Sipil (PNS) jadi tidak tergabung dalam cabang Dharma Wanita manapun. Ini adalah organisasi yang berdiri pada tahun 1974 oleh Tien Soeharto, istri presiden RI waktu itu. Organisasi ini berubah nama menjadi Dharma Wanita
Persatuan pada tahun 1998 dengan visi
menjadi organisasi istri pegawai negeri yang kukuh, bersatu, dan
mandiri. Misinya adalah menyejahterakan anggota melalui
bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya secara demokratis. Dan suamiku orang swasta yang tidak punya macam ini di pabriknya. Jadi jauhlah.
Nah, lalu kenapa aku tiba-tiba masuk dalam topik ini? Mulanya adalah kerjaan Indri (dosen FISIP Unila) dan Melly (dosen FISIP Unila juga dan kebetulan menjadi Ketua Dharma Wanita Fakultas Teknik (FT) Unila) untuk mewarnai pertemuan rutin arisan para ibu istri dosen FT itu dengan 'sesuatu'. Entah aku dianggap punya sesuatu atau hanya sekedar kolusi antar teman (hehehe), aku diminta datang (Jumat 14/12) di Gedung A (?) FT Unila. Harus ngomong apa? Tentang apa saja terkait peran ibu dalam pembangunan. Weh. Astaga.
"Aku mau tapi bentuknya talk show ya. Ada moderator bertanya dan aku tinggal menjawab. Kalau disuruh nggambleh sendiri, ndak mau aku." Indri setuju. Dan aku bilang ke Melly lanjutannya. "Bukan kasih materi, tapi ngerumpi."
Alkisah, aku pun berdiri di depan para ibu hebat itu, menjadi orang yang paling tidak hebat di antara mereka, tapi aku beruntung karena aku punya hak suara lebih banyak dari semua orang yang ada di ruangan itu kecuali Melly tentu saja, sang ketua dan pemandu acara ini. (Sayang aku lupa bawa kamera sehingga tidak ada foto. Sayang sekali.)
Dan bener-bener ngerumpi. Aku bilang tentang asyiknya hidup jika relasi suami istri okey. (yang berat jadi ringan, yang ringan jadi lebih menyenangkan.) Menjadi pengantarku tengan smsku dan suami pagi itu tentang roti kelinci yang lucu untuk sarapan. Lalu tentang tugas pokok istri dan ibu yang tidak boleh ditinggalkan, plus nambah pulsa luar biasa kalau harus meninggalkan keluarga. Juga tentang sebuah baju sederhana buatan anak-anak Citra Baru hasil latihan mereka. Baju cantik seharga belasan ribu rupiah, hanya lurus potongannya, warna hitam polkadot putih transparan yang aku pakai itu aku ambil sebagai contoh, betapa dengan memakainya saja, sudah menyumbang sedikit percaya diri pada anak-anak disable di Citra Baru. Dan itu aksi konkret yang ketika diceritakan banyak banget inspirasi yang muncul. Gerakanku membuka tali-tali baju itu membuat mereka sedikit antusias memandangku dan otomatis aku merasa sebagai sahabat mereka. Hihihi, mungkin lebay juga yang sudah aku lakukan. Pasti kelihatan seksi deh. Hehehe...
Di bagian akhir, aku bilang pentingnya seorang perempuan jujur terhadap kebutuhannya sendiri. Berusaha menyuarakannya di ranah domestik depan suami anak dan keluarga, juga di ranah publik sosial politik semaksimal yang bisa dilakukan. Dengan begitu orang-orang lain akan paham apa yang dibutuhkan oleh perempuan karena cirinya yang khas berbeda dengan laki-laki. Dan hidup sebagai istri, ibu dan pribadi menjadi lebih asyik.
Ketika seorang ibu bertanya bagaimana tips mengatasi anak-anak, aku terbengong. Hadeuh, aku bukan ahlinya. Pun aku masih sering galau soal anak-anak. Untung seorang ibu, yang ternyata Pembantu Dekan II FT, ibu manis yang anak-anaknya sudah ko-as, sudah kuliah, Dra. Sumiharni, S.T., M.T., dengan suara lembut keibuan (beda dengan suaraku yang mendesak gelisah orasi. hehehe.) menceritakan keterlibatannya bersama anak-anaknya. "Tidak memaksa, tapi mengajak. Hingga keinginan muncul dari anak sendiri." Itu pointnya.
Wah, terimakasih para ibu. Seperti biasa, aku yang dapat paling banyak : materi, pengalaman, teman, dan thank a lot, Mel, Ndri, sudah ngundang aku plus traktiran kwetiau goreng dan kopi hangatnya di kantin FISIP. Hmmm, sedap. Aku pasti kecanduan dharma dharmi macam gini lagi bersama kalian.
No comments:
Post a Comment