Rajutan awan sudah terburai sejak pagi itu
saat kakiku dan kakimu melangkah mengitari api suci
beberapa kali, dengan renteng bunga menyatu
tanpa satu bahasapun berniat mengingkari
Manggar sutra terentang antara mataku dan matamu
mengalungi kelopak-kelopak kita penuh daya
menjadi ikatan menghubungkan hasratku dan hasratmu
tiada samaran tepat untuk mengerudunginya
Melenggang lenggok kita berdansa di atas titian
yang bahkan tidak pada satu aliran sungai sama
memaksa tirai-tirai nyata berpadu dengan impian
seolah kita pemilik sah dari seluruh gerak semesta
Tertinggal di antara kaki kita, ceceran-ceceran tanya
yang semakin melangkah, semakin kehilangan tandanya
Manggar sutra dulu aku kenal saat aku getol menonton film India. Dalam percakapan-percakapan mereka, manggar sutra jadi terjemaahan Indonesia untuk kalung (tali?) yang dipakaikan oleh pengantin pria kepada pengantin perempuan, di lehernya. Sebagai lambang keterikatan perempuan itu sebagai milik abadi sang pria. Ikatan yang tak terputuskan.
ReplyDelete