Pernahkah engkau mimpi sesuatu yang rupanya nyata? Aku pernah, teman. Mimpi yang menyambar tidak sampai dua jam. Cukup lama untuk meyakininya ada, tapi terlalu cepat untuk memastikannya. Benar terjadi. Wong kaki-kakiku sungguh mengambang, dan tangan-tanganku terentang. Seluruh poriku menghisap kehangatan, seluruh pori dalam tubuh. Hingga mekar, berdenyut.
Jangan tanya bagaimana rasanya. Kau pernah sangat lapar, lalu menemukan sepotong singkong di atas bara yang menyala, dan saat kau memakannya turun gerimis, teman? Itulah rasanya. Tentu saja sangat dingin seluruh badan karena percikan jarum-jarum hujan temaram. Tapi juga ada hangat di rongga mulutmu karena mengunyah singkong bakar. Dan kemudian perutmu pelan-pelan mencerna dan menyerap saripatinya. Itulah rasanya. Mungkin setelahnya perut jadi kembung, tapi kenyang. Ingin nambah, nambah dan nambah.
Mau yang lebih konkret? Begini. Seseorang dalam sebuah kamar, tiba-tiba menarikmu dalam pelukan kencang, lalu mendaratkan ciuman bertubi-tubi tepat di bibirmu. Dan kau tidak bisa mengatakan apa-apa karena kau juga menikmati itu bahkan kemudian juga membalasnya. Setelah itu menginginkannya lagi, lagi dan lagi. Itu konkretnya.
(Yach, kalau belum jelas juga, apa boleh buat teman. Dari sana aku cuma mau beri kesimpulan ngawurologi : kadang mimpi dan nyata sulit dibedakan, karena kadang keduanya tidak berbeda. Tinggal bagaimana kita mau melihatnya. Dengan mata atau dengan bukan mata. Mau bangun atau tidak bangun. Terserah pilih yang mana.)
No comments:
Post a Comment