"Kok ibu bisa melihat mulut?"
Aku terkaget, melempar Alkemis dari tanganku, dan menatap wajah polos Bernard di depanku. Wajah segar, usai sikat gigi, siap berdoa dan mendengarkan dongeng dariku, sembari digarukin punggungnya sebelum tidur. Tanpa peduli dia mengatur diri di bantal dan memeluk guling.
"Apa Nard? Melihat mulut?"
"Iya, ibu bisa melihat mulut semua orang."
Aku terbengong-bengong menafsirkan kata-kata Bernard. Anak keduaku ini luar biasa kreatif dan sensitif. Apa yang sudah dilihat atau dipikirnya sehingga muncul kata-kata seperti itu? Aku mulai berdebar-debar.
"Apa sih Nard? Ibu gak ngerti."
"Ibu bisa gitu melihat mulut semua orang, mana yang sudah sikat gigi atau belum."
Oo, aku tahu konteksnya apa. (Beberapa menit yang lalu Albert dan Bernard menyikat gigi, dan kebiasaan keduanya meringis penuh busa odol untuk menunjukkan giginya sudah bersih atau belum. Heheheh...kirain apaan) Aku mengikik sendiri geli. Mencium pipinya dan mulai membaca Mitiriwu, dongeng dari Papua untuknya, dengan tangan di punggungnya.
"Ibu ini bisa membuat orang tidur."
Bernard membalik tubuhnya. Saat aku selesai membaca, aku lihat dia sudah pulas meringkuk, menghadap dinding. Penuh gembung kepalanya dengan mimpi.
No comments:
Post a Comment