Siang tadi kurang lebih dua jam aku bersama mahasiswa Fisip Unila semester 3, bicara tentang peran media massa upaya adil gender. (Dikerjain si Indri, untuk menutup kuliahnya pada semester ini.) Aku siapin satu tulisan tidak ilmiah sama sekali. Ya, mohon maklum, memang bukan ilmuwan.
Aku mengawali dengan mengajak mereka membuat 'sinetron'. Dalam kelompok mereka bekerja membuat karakter dua orang suami istri, plus settingnya. Dan terutama adalah satu babak cerita, apa yang dilakukan dua orang itu pada hari Senin pukul 10.00 - 11.00.
Hasil kelompok persis seperti yang aku duga.
- Perempuan dengan karakter yang seperti di sinetron-sinetron itu. Cerewet, nangis, marah, menuntut dll.
- Yang laki-laki digambarkan dalam tokoh yang santai, marah karena dituntut, pengusaha kaya, selingkuh dll.
- Alur ceritanya ya begitulah. Salah satu kelompok mengatakan tokoh suami pada jam 10.00 minum kopi, istrinya menjemur pakaian, lalu anaknya datang minta duit, suami marah, istri jadi cerewet hingga kebentur pintu, lalu suami pergi gak tahan lihat istrinya.
Persis seperti itulah media mempengaruhi otak penikmatnya.
Lalu aku tanya : "Adakah penindasan pada perempuan dalam kisah-kisah itu? Seperti apa?"
Wow, satu bilang tidak ada, satu bilang ada penindasan tidak langsung, satu lagi ada dll.
Lalu aku tanya lagi :"Kalau perempuan maju, apakah laki-laki bisa lebih maju juga? Bagaimana?"
Hehehe...diskusi lagi mereka. Aku tinggal tarik beberapa benang merah. Makalahku tidak aku baca, biar mereka baca sendiri.
Beberapa penekanan aku ungkapkan :
- Perjuangan adil gender bagi perempuan tercapai ketika perempuan bisa menentukan pilihannya sendiri secara bebas. Tidak hanya ditentukan oleh ortu ketika kanak-kanak, oleh suami ketika sudah menikah, dan oleh anak ketika sudah renta.
- Jadi ibu rumah tangga sangat mulia, tapi jika ini bukan paksaan maka akan membentuk ibu rumah tangga yang profesional. (Ceilaaa...) Begitu juga ketika pilihannya menjadi pekerja atau yang lainnya.
- Semua akan harmonis kalau pria dan perempuan saling melengkapi, dengan peran gender yang adil. Memasak tidak memakai alat kelamin, jadi bisa dilakukan oleh laki atau perempuan. Menyusui memang harus dilakukan oleh perempuan karena perempuan yang punya susu. (Mata mereka terlolong tak tertolong karena aku vulgar berat. Hehehehe...biarin.)
- Jadi, mari menuju keadilan gender. Anti diskriminasi. Media massa bisa menjadi salah satu alat penyebarannya.
Begitulah.
(Usai itu aku ditraktir mi sosis di kantin Unila. Hujan deras, jadi ngobrol ngalor ngidul sama Indri. Masih harus ke kantor lagi, karena kerjaan belum kelar. Kini ada di kantor malah ngeblog, sudah hampir jam 19.00. Aku akan kerja lembur nanti di rumah. Jadi aku akan siapin bahan-bahan di flashdisk untuk dibawa pulang.
Ah ya ada beberapa hal dari obrolan dengan Indri yang nyangkut di otak dan hatiku, bahwa setan bekerja dengan cara memanipulasi otak manusia. Seolah sesuatu bisa benar dan baik, lalu manusia pelan-pelan digiring ke neraka. Nah lo memang kami ngobrol tentang apa sampai nggosip tentang setan? Hehehe...ada deh. Ini aku tulis supaya aku tidak lupa pernah ngobrol begitu dengannya. Nanti kapan-kapan aku buat laporan lengkapnya.)
No comments:
Post a Comment