Waktu Bernard pertama kali masuk sekolah TK kecil di TK Fransiskus I Pasirgintung, tidak sekalipun tubuhnya lepas dariku. Tangannya menggenggam kuat tanganku. Ketika duduk, digeretnya aku dekat kursinya. Bahkan kemudian minta dipangku sepanjang hari itu. Tidak ada suara satupun yang diperdengarkan untuk menjawab Bu Dewi, gurunya. Satu-satunya keasyikan dia di hari pertama itu adalah kesempatan untuk bermain 'susun-susunan' yang sangat banyak berwarna-warni yang disediakan oleh Bu Dewi di setiap meja para muridnya. Berbagai bentuk yang membuat Bernard ngiler 'andai boleh dibawa pulang'. Kemudian dia lepas dari genggaman tanganku ketika berbaris pulang menuju gerbang.
Hari kedua dia sudah mau maju ke depan kelas dan menyebut lirih,"Nama saya Bernard." Dan kemudian Bu Dewi minta seluruh teman satu kelas yang berjumlah 22 anak bersama-sama koor menyapa,"Hallo, Bernard!!!" Dan dia duduk kembali dengan malu-malu. Hari ketiga dia pulang dengan gembira. Hari keempat dia ngompol saat mau pulang, dan hari kelima dia mogok tidak mau berangkat ke sekolah. Hari keenam dia mengatakan asyik karena besok mau libur. Hari ketujuh dan seterusnya selalu ada komentar bahwa enak sekolah karena ada hal-hal baru yang dia dapatkan. Sekarang dia sudah hampir hafal nama seluruh teman satu kelasnya, dapat lagu baru lebih dari lima buah, tahu tepuk gajah, tepuk unyil hingga tepuk si komo. Dan aku tidak boleh mengantarkannya masuk gerbang sekolah. Astaga...sebentar lagi bahkan aku menjadi 'bukan apa-apa' dan 'tidak harus ada' untuk hal-hal tertentu. Anakku keduaku sudah mulai besar dan seperti kakaknya, dia akan punya dunia-dunia sendiri yang asyik, dunia dimana aku tidak akan pernah bisa masuk.
No comments:
Post a Comment