BATU YANG TAK PERNAH ADA
Aku menduga:
sungai mengirimkan pesan lewat air
gemericik riang membelai jemari kaki
merelakan diri ditumpang kelopak bunga tanjung
pasrah kehilangan dengung dan .
Aku bergembira:
duduk di tepian meniup
gelembung getah daun jarak
sesekali melambai pada para petani
di pematang mantap berdendang
pantun serupa mantra penenang.
Di ujung ranting sehelai daun menyapa
bicara tentang uban-uban yang datang
juga kekuatiran-kekuatiran yang tersepuh usia.
Kukatakan bahwa ada saatnya
kesadaran membunyikan genderang
memaksa bangkit dari tepi sungai
membuka lipatan topi memasang kancing baju
dengan penopang kayu kokka di genggaman.
Tak usah kecewa oleh peristiwa silam
sebab aku pun pernah bersandar
pada batu yang tak pernah ada.
: Teruslah berjalan.
No comments:
Post a Comment