Wednesday, July 03, 2019

PENGELOLAAN KOMUNITAS SEBAGAI KEKUATAN UNTUK MENGAKHIRI KESENJANGAN EKONOMI


Yuli Nugrahani, STP
Wakil Ketua 2 Forum PUSPA Provinsi Lampung

Disampaikan dalam workshop bertema:
“Tingkatkan Kemandirian Ekonomi Perempuan Berbasis Digital”
Diselenggarakan oleh Forum Puspa Prov. Lampung bersama Perempuan Saburai
Eatboss Cafe, Bandarlampung, 2 Juli 2019


Pengantar
Gambar di samping adalah data yang dimiliki oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung. Data selain keterangan pada gambar diambil pada tahun 2016. Dari gambar tersebut tampak bahwa jumlah perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki, sebagian kecil menjadi kepala keluarga, lebih dari 30% rawan sosial dan ekonomi, terlibat dalam parlemen sangat kecil, pendidikan lebih rendah, menyumbang pendapatan kerja lebih kecil, dan menjadi korban kekerasan terbanyak. Data ini dapat kita jadikan latar belakang untuk menjawab mengapa ketika kita bicara tentang gender, kita masih berbicara tentang perempuan.

Ketidakadilan Akses Ekonomi terhadap Perempuan
            Ada banyak bentuk ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan. Kita bisa mulai dari satu point dari data di atas. Rata-rata lama sekolah perempuan, lebih sedikit dibanding dengan laki-laki. Pendidikan yang rendah membuat perempuan mempunyai pilihan yang lebih terbatas dalam mengakses pekerjaan serta posisi. Karena itu sangat wajar jika sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja jauh lebih kecil dibanding laki-laki.
            Belum lagi kalau kita bicara tentang akses permodalan. Kebanyakan perempuan dalam budaya patriarki menyerahkan (dipaksa menyerahkan) hak atas harta benda yang bisa dijadikan agunan modal kepada kepala keluarga, laki-laki. Pun kalau bekerja untuk orang lain, mendapatkan diskriminasi gaji.
            Visi Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PUSPA) Provinsi Lampung adalah Menjadi mitra strategis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menuntaskan Three Ends (akhiri kekerasan, kesenjangan ekonomi dan perdagangan manusia pada perempuan dan anak). Mengakhiri kesenjangan ekonomi pada perempuan dimulai dari kesadaran, kebijakan yang berpihak pada keadilan gender (dalam hal ini perempuan) dan mendorong pemberdayaan terhadap kaum marginal (dalam hal ini perempuan)

Komunitas dan Pengelolaannya
            Dua tahun lalu saya berkunjung ke sebuah komunitas di daerah Ngarip, Tanggamus. Ada sekelompok ibu-ibu sedang merintis Koperasi Simpan Usaha (KSU) didampingi oleh Rumah Kolaborasi (Ruko). Salah satu impian awal mereka sangat sederhana. “Lebih dari 80% penduduk Pekon Ngarip menyandarkan hidupnya dari kebun kopi. Tapi mengapa mereka minum kopi yang bermerk dari luar Ngarip?” Maka mereka mulai membuat kelompok, mengumpulkan modal untuk simpan pinjam tapi pinjam bukan untuk konsumsi melainkan produksi. Lalu mereka juga membuat usaha bersama berbentuk pengolahan kopi hingga pengemasan yang bagus. Tahun lalu mereka sudah bisa memenuhi 20% kebutuhan kopi sehari-hari. Mereka meningkatkan pendapatan keluarga. Efek lain, para ibu itu semakin percaya diri, bisa mengidentifikasikan kebutuhan mereka dan mengatakannya, dan pekon yang dulunya tidak pernah memasukkan perempuan dalam struktur pekon mulai mempertimbangkan keberadaan mereka demi kemajuan bersama.
            KSU Srikandi yang mereka rintis, meletakkan dasar pada saling percaya dan solidaritas. Lihat saja cara mereka mengantisipasi anggota yang nunggak angsuran. Pengurus akan mengingatkan secara personal dan jika belum juga menyelesaikan tanggungjawabnya selama tiga kali berturut-turut, mereka sepakat untuk menagih beramai-ramai. Sanksi sosial ini cukup manjur untuk menjaga keamanan dana yang berputar di KSU Srikandi sehingga belum pernah hal itu harus dilakukan.
            Komunitas semacam ini bisa menjadi salah satu kekuatan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya, keluarganya serta membentenginya dari perilaku yang bisa membuatnya menjadi korban. Persaudaraan saling percaya dan solider dalam komunitas membuat perempuan tidak perlu merasa sendirian.
            Mengembangkan ekonomi secara kreatif bisa dimulai dari sana. Pertama, mendapatkan akses permodalan alternatif; kedua, mendapatkan peluang mendapatkan wawasan dan pelatihan; ketiga, melakukan kerja produktif dengan seimbang; dan keempat, mengembangkan pemasaran yang manusiawi melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi digital.
Saya selalu yakin bahwa perempuan yang mandiri adalah perempuan yang tahu kebutuhannya sendiri secara fisik, fsikis dan rohani, berani melakukan pilihannya, dan secara hamonis menjaga keberadaannya sebagai ‘manusia’ yang hidup bersama dengan manusia lain dan ciptaan lain.

Penutup
            Forum PUSPA Provinsi Lampung sekarang ini sudah melibatkan 21 lembaga masyarakat, dan diharapkan terus berkembang sebagai mitra sinergis bagi pemerintah maupun masyarakat. PUSPA mendorong keterlibatan seluruh lembaga masyarakat untuk menuju 3 ends (akhiri kekerasan, kesenjangan ekonomi dan perdagangan manusia), seperti yang sekarang ini digagas oleh Perempuan Saburai. Bagian ingin saya jadikan catatan di bagian akhir tulisan ini adalah kita harus menghindari: pertama, androsentrisme, yang menganggap laki-laki lebih baik dari perempuan, lalu para perempuan menjadi minder menyerah saja karena menganggap diri manusia kelas dua. Kedua, sub-ordinasi terbalik, yang merasa bahwa selama ini perempuan sudah ditindas, maka begitu ada kesempatan balik menindas laki-laki.
            Manusia itu setara dengan kebutuhan khusus pada tiap personnya. Kita harus menghormati kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai manusia, dan bersama-sama mewujudkan keadilan bagi semuanya, tanpa kecuali. ***


No comments:

Post a Comment