Beberapa hari lalu aku memasuki angka 45 tahun dalam hidupku. Aku ingin mencatat hari yang istimewa itu secepat mungkin tapi rupanya susah menemukan kesempatan untuk duduk dan menuliskannya. Hari ini kebetulan adalah pesta untuk St. Bonaventura, dan rasanya bagus banget jika bisa menuliskan hari istimewaku sembari merayakan St. Bonaventura.
Ini kumulai dengan mengingat kisah masa kecil Bonaventura yang lahir dari pasangan John dan Maria yang pernah menderita sakit parah yang akhirnya dapat disembuhkan oleh Santo Fransiskus dari Asisi yang saat melihat bayi kecil itu mengucapkan O buona ventura yang berarti 'O keberuntungan (nasib) yang baik'. Oleh Rm. Tri dalam kotbahnya saat misa pagi tadi mengatakan: O, peristiwa yang baik.
Okey, O buona ventura. Peristiwa baik. Keberuntungan yang baik, bahwa aku sudah dilahirkan dan mengalami 45 tahun yang biasa, yang luar biasa, segalanya. Gimana tidak peristiwa baik jal. Aku dilahirkan dalam keluarga hebat, Samiran dan Titik, 45 tahun lalu dan mengalami menjadi Yuli dari lahir hingga kini. Ini pengalaman yang baik sebagai seorang Yuli, dalam tubuh Yuli, dan diikat oleh karakter Yuli yang seperti ini. Banyak eksperimen bisa kulakukan dan seluruhnya menarik. Bahkan yang biasa-biasa pun terasa sangat menarik.
Pertama-tama tentu eksperimen tentang tubuh. Banyak aspek dalam tubuhku yang ketika mulai kukenali, mencuat menjadi kesadaran, dan kemudian menggembirakan. Kemarin saat makan siang di Way Hurik dalam acara Puskopdit, aku duduk dengan Pak Kris yang lalu obrolan bergulir tentang sangat khususnya kebutuhan setiap orang akan makanan/asupan. Bagi orang tertentu makanan tertentu bisa menjadi obat, bagi yang lain bisa menjadi racun. Ada orang-orang spesial yang bisa membantu kita mengenali kebutuhan tubuh itu, tapi kalau kita mengasah kesadaran diri sebenarnya tubuh memberikan alarm yang bisa dikenali saat kita makan makanan tertentu. Nah ini baru tentang makanan. Masih ada juga tentang ekspresi, gerak tubuh, bahkan denyut yang paling tampak remeh dalam sel-sel tubuh kita.
Berikutnya adalah perubahan-perubahan yang dinamis yang bisa diperbuat secara sengaja atau tidak sengaja. Dulu betapa kupernya aku. Tak mau ketemu orang. Jangankan bicara di depan orang banyak, bicara untuk seseorang saja aku malas. Lalu suatu kegiatan di Kediri tahun 90 kukira, perjumpaan dengan beberapa orang membuatku harus terpaksa berdiri di depan orang banyak: 5 menit bicara, berkeringat. 10 menit bicara dengan panas dingin. Lalu kesempatan-kesempatan berikutnya. Sampai titik sekarang ini, bahkan ketika aku ingin bicara aku bisa tak berhenti-berhenti hingga beberapa jam di hadapan satu atau banyak orang. Bahkan kalau tak ada kesempatan bicara, aku pun mencari-carinya karena bicara adalah kebutuhan juga.
Jadi, 45 tahunku adalah O buona ventura. Bersama dengan Hendro, Albert dan Bernard serta sapaan dari beberapa orang yang menyayangiku, khususnya ibuku. Mereka paham hari itu aku sangat sibuk, pun aku sudah wanti-wanti: "Ndak usah bikin kejutan. Entar aku beli makanan pas perjalanan pulang. Kalau mau kasih kejutan ya beliin kue seperti yang kupilih dulu itu di Jaya Bakery yang kecil saja." Hehehe. Pun begitu, mereka tetap memberikan kejutan untukku. Lihat foto di atas itu. Itu jalan setapak yang kami miliki yang menghubungkan rumah dengan ruang makan dan dapur. Wow... love it so much. Mereka membuat tulisan seperti itu.
Kini aku mencatat hal ringan ini sambil mengingat bahwa aku sudah sampai pada pertengahan tahun 2019 saat aku mengatakan bahwa misiku di tahun 2019 adalah: Kesaksian. O buona ventura. Pasti ada banyak peristiwa baik yang bisa kugunakan untuk bersaksi. St. Bonaventura sudah bersaksi bahkan saat dia sakit parah di masa kecilnya. Lalu dalam kesederhanaan dia hidup hingga menjadi pujangga yang besar dengan memandang Salib sebagai kecerdasan dan kebijaksanaannya. Aku yakin saat aku berpesta bersama Bonaventura hari ini juga akan menjadi dasar bagi banyak peristiwa baik di masa mendatang.
Monday, July 15, 2019
Wednesday, July 10, 2019
Pelatihan dan Uji Kompetensi Petugas Pengendalian Intern : Menuju Koperasi Sehat
Cara cerdas mengisi cuti itu salah satunya seperti yang kulakukan dalam cuti tahunanku pada 2019 ini. Aku mengambil cuti 12 hari kerja mulai dari tanggal 20 juni sampai 5 Juli. Dari hari pertama sampai hari terakhir aku mengisinya dengan banyak aktifitas mulai dari mengisi acara, menghadiri acara, dan salah satunya ini nih, pada bagian akhir dari masa cuti, 5 hari full 2 - 6 Juli 2019 aku mengikuti pelatihan sertifikasi kompetensi petugas pengendalian intern KSP dan USP yang diselenggarakan oleh Lembaga Diklat Profesi Koperasi Jasa Keuaangan Sejahtera Mandiri (LDPKJK-SM) bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan UKM provinsi Lampung.
Ada 35 peserta yang hadir dalam pelatihan ini terdiri dari unsur pengurus, pengawas dan manajemen koperasi simpan pinjam konvensional maupun pola syariah dari banyak daerah di prov Lampung. Beberapa hal penting pun muncul dalam pelatihan yang diampu oleh para senior koperasi provinsi Lampung. Dari banyak hal penting itu aku ingin mencatat sebagai berikut:
1. Sistem pengendalian internal harus dilakukan dalam semua proses koperasi mulai dari keuangan, sumberdaya manusia, organisasi dan semua aspeknya. Dan ini harus dikerjakan oleh semua orang tanpa kecuali dalam koperasi walau di dalamnya ada petugas-petugas khusus yang mungkin masuk dalam tim SPI atau masuk dalam tugas kepengawasan.
2. Update peraturan-peraturan perlu dilakukan oleh penggiat koperasi. Ben ra katrok. Memang, kebijakan perkoperasian bisa berubah dalam setiap masa, terus berkembang, tapi bukan berarti lalu diabaikan. Justru point ini penting diperhatikan, dipelajari dan diupayakan penerapannya. Dari peraturan-peraturan inilah kita punya pijakan-pijakan dalam proses mengawasi koperasi.
3. Jaringan yang terus dikembangkan mempunyai andil yang besar dalam menjaga koperasi kita masing-masing. Biar ndak seperti katak dalam tempurung, lalu sok paling pinter paling jago paling bener paling okey. Padahal kalau disandingkan dengan koperasi lain, ya begitu-begitu saja. Yukkk, terus menjalin persahabatan dengan KSP atau KSPPS lain.
4. Meningkatkan kapasitas diri sebagai penggiat koperasi sangat-sangat penting dilakukan. Jangan puas dengan kemampuan sekarang ini yang dimiliki, tapi terus ditingkatkan. Ini bukan untuk kepentingan person pribadi, tapi untuk kepentingan seluruh anggota yang kita layani.
5. Peduli pada situasi masyarakat tetaplah point yang harus diperhatikan sebagai nilai koperasi yang penting. Koperasi tuh pilar ekonomi rakyat, diharapkan membantu memperkokoh masyarakat, tidak maju sendirian tapi memberi dampak pada masyarakat.
Dua hari terakhir adalah uji kompetensi yang diadakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Koperasi Jasa Keuangan diikuti oleh 23 orang. Biaya untuk uji kompetensi memang cukup mahal, Rp. 2.500.000 per orang, dan tidak semua KSP atau KSPPS mampu membayar untuk personelnya. Konsekwensinya, ini tanggungjawab yang besar untuk dikembalikan pada koperasi. Aku sebagai pengawas Kopdit Mekar Sai punya andil yang besar untuk dioptimalkan dalam menuju koperasi Mekar Sai yang sehat, dan langgeng tentu saja. Tugas yang berat.
Ada 35 peserta yang hadir dalam pelatihan ini terdiri dari unsur pengurus, pengawas dan manajemen koperasi simpan pinjam konvensional maupun pola syariah dari banyak daerah di prov Lampung. Beberapa hal penting pun muncul dalam pelatihan yang diampu oleh para senior koperasi provinsi Lampung. Dari banyak hal penting itu aku ingin mencatat sebagai berikut:
1. Sistem pengendalian internal harus dilakukan dalam semua proses koperasi mulai dari keuangan, sumberdaya manusia, organisasi dan semua aspeknya. Dan ini harus dikerjakan oleh semua orang tanpa kecuali dalam koperasi walau di dalamnya ada petugas-petugas khusus yang mungkin masuk dalam tim SPI atau masuk dalam tugas kepengawasan.
2. Update peraturan-peraturan perlu dilakukan oleh penggiat koperasi. Ben ra katrok. Memang, kebijakan perkoperasian bisa berubah dalam setiap masa, terus berkembang, tapi bukan berarti lalu diabaikan. Justru point ini penting diperhatikan, dipelajari dan diupayakan penerapannya. Dari peraturan-peraturan inilah kita punya pijakan-pijakan dalam proses mengawasi koperasi.
3. Jaringan yang terus dikembangkan mempunyai andil yang besar dalam menjaga koperasi kita masing-masing. Biar ndak seperti katak dalam tempurung, lalu sok paling pinter paling jago paling bener paling okey. Padahal kalau disandingkan dengan koperasi lain, ya begitu-begitu saja. Yukkk, terus menjalin persahabatan dengan KSP atau KSPPS lain.
4. Meningkatkan kapasitas diri sebagai penggiat koperasi sangat-sangat penting dilakukan. Jangan puas dengan kemampuan sekarang ini yang dimiliki, tapi terus ditingkatkan. Ini bukan untuk kepentingan person pribadi, tapi untuk kepentingan seluruh anggota yang kita layani.
5. Peduli pada situasi masyarakat tetaplah point yang harus diperhatikan sebagai nilai koperasi yang penting. Koperasi tuh pilar ekonomi rakyat, diharapkan membantu memperkokoh masyarakat, tidak maju sendirian tapi memberi dampak pada masyarakat.
Dua hari terakhir adalah uji kompetensi yang diadakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Koperasi Jasa Keuangan diikuti oleh 23 orang. Biaya untuk uji kompetensi memang cukup mahal, Rp. 2.500.000 per orang, dan tidak semua KSP atau KSPPS mampu membayar untuk personelnya. Konsekwensinya, ini tanggungjawab yang besar untuk dikembalikan pada koperasi. Aku sebagai pengawas Kopdit Mekar Sai punya andil yang besar untuk dioptimalkan dalam menuju koperasi Mekar Sai yang sehat, dan langgeng tentu saja. Tugas yang berat.
Monday, July 08, 2019
Kemana Keringat Freddie Mercury?
Nah, nah, ini soal menye-menye tapi kuat menyentuh diriku dalam perjalanan ke Bali lalu. Berangkat tanggal 22 Juni dan balik 26 Juni menggunakan Garuda aku pasang Bohemian Rhapsody di layar tempat dudukku. Setengah film pada saat berangkat dan sisanya pas balik Lampung. Sampai sekarang film ini masih memberi pengaruh padaku.
1. Lihatlah Freddie Mercury, vokalis Queen yang menjadi tokoh utama film itu. Manusia yang kuat karakternya. Bagi umum, Freddie bisa dipandang dari dua sisi. Seorang yang sukses dan seorang yang gagal. Tapi ya memang begitulah manusia. Tak mungkin seseorang itu hanya semata-mata sukses atau semata-mata gagal. Kesadaran akan hal ini membuatku jadi terhibur. Aku tak perlu kuatir tentang banyak hal karena toh kesuksesan dan kegagalan semakin membuatku menjadi manusia. Berkarakter mesti dimulai dengan keberanian mengenali diri lalu menunjukkan diri. Yeah, aku masih di kelas bawah untuk hal ini, jadi thank you, film Bohemian Rhapsody sudah dibuat dan bisa kulihat.
2. Ada rasa yang kuat yang dimunculkan oleh Freddie dalam lagunya. Itu yang mestinya kumunculkan juga lewat puisi dan cerpen (juga novel) yang sedang dan akan kubuat. Bagaimana itu bisa kulakukan? Kembali pada keberanian. Freddie berani melakukannya. Aku belum. Akan.
Sepulang dari Bali aku menggulati Freddie lewat youtube. Lalu cobalah klik sini. Ini salah satu video yang kulihat untuk membandingkan Rami Malek si aktor dengan Freddie yang asli saat konser Live Aid. Dari situ aku bisa melihat bahwa Freddie memang punya power. Power dari manakah itu? Dirinya sendiri? Itu kelihatan saat dia melihat publik. Dari manakah? Sang Pencipta pasti punya power jauh jauh jauh lebih besar dari yang nampak seperti itu walau melihatnya lewat Freddie pun sudah sangat mengagumkan. Power yang sangat besar yang mengguncangku. Sang Sumber Power pastilah Sang Maha Maha Maha. Ouhhh.
Ada satu bagian yang kusesali tidak muncul dalam film Bohemian Rhapsody yang sempat kupertanyakan dalam hati saat menonton film itu tapi kemudian kusadari kemudian saat melihat perbandingan itu. Kemana keringat Freddie Mercury? Kenapa hal detil itu tidak ditampilkan oleh Rami Malek? Sayang sekali, sayang sekali. Keringat Freddie itu bisa menjadi tanda atas power Sang Sumber. Dan ketika detil itu tak ditampakkan oleh film Bohemian Rhapsody, aku pun menjadi lebih netral memandang film tersebut. Itu hanya film, fiksi. Yang asli, si Freddie sudah tuntas hidupnya, jauh lebih hebat dari film itu. Farokh Bulsara, alias Freddie Mercury, telah tuntas, dengan warisan luar biasa.
Wednesday, July 03, 2019
PENGELOLAAN KOMUNITAS SEBAGAI KEKUATAN UNTUK MENGAKHIRI KESENJANGAN EKONOMI
Yuli Nugrahani, STP
Wakil Ketua 2
Forum PUSPA Provinsi Lampung
Disampaikan dalam workshop bertema:
“Tingkatkan
Kemandirian Ekonomi Perempuan Berbasis Digital”
Diselenggarakan oleh Forum Puspa Prov. Lampung
bersama Perempuan Saburai
Eatboss Cafe, Bandarlampung, 2 Juli 2019
Pengantar
Gambar di
samping adalah data yang dimiliki oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung. Data selain keterangan pada gambar
diambil pada tahun 2016. Dari gambar tersebut tampak bahwa jumlah perempuan
lebih sedikit dibanding laki-laki, sebagian kecil menjadi kepala keluarga,
lebih dari 30% rawan sosial dan ekonomi, terlibat dalam parlemen sangat kecil,
pendidikan lebih rendah, menyumbang pendapatan kerja lebih kecil, dan menjadi
korban kekerasan terbanyak. Data ini dapat kita jadikan latar belakang untuk
menjawab mengapa ketika kita bicara tentang gender, kita masih berbicara
tentang perempuan.
Ketidakadilan Akses
Ekonomi terhadap Perempuan
Ada
banyak bentuk ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan. Kita bisa mulai
dari satu point dari data di atas. Rata-rata lama sekolah perempuan, lebih
sedikit dibanding dengan laki-laki. Pendidikan yang rendah membuat perempuan
mempunyai pilihan yang lebih terbatas dalam mengakses pekerjaan serta posisi.
Karena itu sangat wajar jika sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja jauh
lebih kecil dibanding laki-laki.
Belum
lagi kalau kita bicara tentang akses permodalan. Kebanyakan perempuan dalam
budaya patriarki menyerahkan (dipaksa menyerahkan) hak atas harta benda yang
bisa dijadikan agunan modal kepada kepala keluarga, laki-laki. Pun kalau
bekerja untuk orang lain, mendapatkan diskriminasi gaji.
Visi
Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PUSPA) Provinsi Lampung adalah Menjadi mitra strategis
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menuntaskan Three
Ends (akhiri kekerasan, kesenjangan ekonomi dan perdagangan manusia pada
perempuan dan anak). Mengakhiri kesenjangan ekonomi pada perempuan dimulai dari
kesadaran, kebijakan yang berpihak pada keadilan gender (dalam hal ini
perempuan) dan mendorong pemberdayaan terhadap kaum marginal (dalam hal ini
perempuan)
Komunitas dan Pengelolaannya
Dua
tahun lalu saya berkunjung ke sebuah komunitas di daerah Ngarip, Tanggamus. Ada
sekelompok ibu-ibu sedang merintis Koperasi Simpan Usaha (KSU) didampingi oleh
Rumah Kolaborasi (Ruko). Salah satu impian awal mereka sangat sederhana. “Lebih
dari 80% penduduk Pekon Ngarip menyandarkan hidupnya dari kebun kopi. Tapi
mengapa mereka minum kopi yang bermerk dari luar Ngarip?” Maka mereka mulai
membuat kelompok, mengumpulkan modal untuk simpan pinjam tapi pinjam bukan
untuk konsumsi melainkan produksi. Lalu mereka juga membuat usaha bersama
berbentuk pengolahan kopi hingga pengemasan yang bagus. Tahun lalu mereka sudah
bisa memenuhi 20% kebutuhan kopi sehari-hari. Mereka meningkatkan pendapatan
keluarga. Efek lain, para ibu itu semakin percaya diri, bisa
mengidentifikasikan kebutuhan mereka dan mengatakannya, dan pekon yang dulunya
tidak pernah memasukkan perempuan dalam struktur pekon mulai mempertimbangkan
keberadaan mereka demi kemajuan bersama.
KSU
Srikandi yang mereka rintis, meletakkan dasar pada saling percaya dan
solidaritas. Lihat saja cara mereka mengantisipasi anggota yang nunggak
angsuran. Pengurus akan mengingatkan secara personal dan jika belum juga
menyelesaikan tanggungjawabnya selama tiga kali berturut-turut, mereka sepakat
untuk menagih beramai-ramai. Sanksi sosial ini cukup manjur untuk menjaga
keamanan dana yang berputar di KSU Srikandi sehingga belum pernah hal itu harus
dilakukan.
Komunitas
semacam ini bisa menjadi salah satu kekuatan bagi perempuan untuk mengembangkan
dirinya, keluarganya serta membentenginya dari perilaku yang bisa membuatnya
menjadi korban. Persaudaraan saling percaya dan solider dalam komunitas membuat
perempuan tidak perlu merasa sendirian.
Mengembangkan
ekonomi secara kreatif bisa dimulai dari sana. Pertama, mendapatkan akses
permodalan alternatif; kedua, mendapatkan peluang mendapatkan wawasan dan
pelatihan; ketiga, melakukan kerja produktif dengan seimbang; dan keempat,
mengembangkan pemasaran yang manusiawi melalui berbagai cara termasuk
pemanfaatan teknologi digital.
Saya selalu
yakin bahwa perempuan yang mandiri adalah perempuan yang tahu kebutuhannya
sendiri secara fisik, fsikis dan rohani, berani melakukan pilihannya, dan
secara hamonis menjaga keberadaannya sebagai ‘manusia’ yang hidup bersama
dengan manusia lain dan ciptaan lain.
Penutup
Forum
PUSPA Provinsi Lampung sekarang ini sudah melibatkan 21 lembaga masyarakat, dan
diharapkan terus berkembang sebagai mitra sinergis bagi pemerintah maupun
masyarakat. PUSPA mendorong keterlibatan seluruh lembaga masyarakat untuk
menuju 3 ends (akhiri kekerasan, kesenjangan ekonomi dan perdagangan manusia), seperti
yang sekarang ini digagas oleh Perempuan Saburai. Bagian ingin saya jadikan
catatan di bagian akhir tulisan ini adalah kita harus menghindari: pertama,
androsentrisme, yang menganggap laki-laki lebih baik dari perempuan, lalu para
perempuan menjadi minder menyerah saja karena menganggap diri manusia kelas dua.
Kedua, sub-ordinasi terbalik, yang merasa bahwa selama ini perempuan sudah
ditindas, maka begitu ada kesempatan balik menindas laki-laki.
Manusia
itu setara dengan kebutuhan khusus pada tiap personnya. Kita harus menghormati
kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai manusia, dan bersama-sama mewujudkan
keadilan bagi semuanya, tanpa kecuali. ***
Monday, July 01, 2019
Mengunjungi Tyasbangun untuk Bermedia Sosial secara Bijaksana
Undangan pertama dari Rm. Joss sekitar awal bulan Mei. "Mbak, akhir bulan juni datang yuk ke Rayon Utara Kalirejo. Mbak Yuli bisa bicara apa pun terkait KKPPMP Keuskupan atau hal-hal lain yang penting bagi orang muda."
Mau, mau, mau. Aku menyanggupi tanpa pikir panjang. Pokoknya ya aja. Terserah deh dimana itu Tyasbangun, siapa yang bakal jadi peserta, atau mau ngomong apa. Pokoknya ya. Kalender langsung kulingkari. 29 - 30 Juni, EKM, Tyasbangun. Sip.
Sekilas aku dan Rm. Joss bicara tentang media sosial, pengaruhnya bagi orang muda, pemanfaatannya bagi KKPPMP dan sebagainya. "Jadi temanya itu saja ya mo. Bagaimana kita mengoptimalkan penggunaan medsos untuk kehidupan sehari-hari. Tidak anti medsos tapi juga tidak ikut arus begitu saja." Deal.
Beberapa saat setelah kesepakatan itu, aku bertemu Vivi saat dia mengantar maminya dalam acara yang sama denganku. Kutowel dia untuk mengajaknya ke Tyasbangun, dan seperti reaksiku. "Mau, mau, mau. Kapan, mbak? Tapi aku dikasih kerjaan ya." Huuuu, ulo marani gepuk, lha iyalah. Ada banyak kerjaan untukmu, Vi. Hehehe... Aku pun berjanji untuk segera kontak dia untuk detil acara itu.
Maka, pergilah kami berdua setelah satu kali briefing di Warung Mburi dua hari sebelum hari H, usai aku pulang dari Bali. Vivi ngajak satu temannya, si Elsun untuk turut serta. Oke banget. Jadi ada ahlinya untuk animasi. Lalu kami juga merayu si Bejo untuk turut serta. Albert tak bisa kurayu untuk ikut sedang kami butuh lelaki untuk perjalanan itu. Tyasbangun itu bisa dicapai sekitar 2 jam dari Bandarlampung dengan beberapa medan yang akan lebih sip kalau ada lelaki yang turut serta. Bejo berhasil diculik pada hari keberangkatan, dijemput Vivi di bengkel, tanpa baju ganti. Hehehe, rasain.
Tanggal 29 Juni malam hari, jadilah kami bersama dengan 130an orang muda Katolik dari Rayon Utara Kalirejo, berkumpul di Tyasbangun, Pubian, Lampung Tengah. Mereka dengan kebisingan orang muda menularkan kegembiraan dengan cepat, satu sama lain menikmati acara itu. Mungkin sih materi yang disampaikan Vivi atau kusampaikan hanya bisa diambil mereka 20 % saja, tapi apa ruginya? Hehehe.
Sampai tanggal 30 kata-kata kunci soal bermedia sosial yang bijaksana diulang-ulang oleh panitia dan Rm. Joss, juga oleh mereka sendiri. Jadi tak usah ngomong soal rugi:
- Selalu cek dan ricek berita-berita yang disiarkan oleh medsos. Curigai dulu, jangan langsung like dan sebar.
- Gunakan medsos untuk kepentingan kita, bukan kita yang dimanfaatkan oleh medsos.
Mau, mau, mau. Aku menyanggupi tanpa pikir panjang. Pokoknya ya aja. Terserah deh dimana itu Tyasbangun, siapa yang bakal jadi peserta, atau mau ngomong apa. Pokoknya ya. Kalender langsung kulingkari. 29 - 30 Juni, EKM, Tyasbangun. Sip.
Sekilas aku dan Rm. Joss bicara tentang media sosial, pengaruhnya bagi orang muda, pemanfaatannya bagi KKPPMP dan sebagainya. "Jadi temanya itu saja ya mo. Bagaimana kita mengoptimalkan penggunaan medsos untuk kehidupan sehari-hari. Tidak anti medsos tapi juga tidak ikut arus begitu saja." Deal.
Beberapa saat setelah kesepakatan itu, aku bertemu Vivi saat dia mengantar maminya dalam acara yang sama denganku. Kutowel dia untuk mengajaknya ke Tyasbangun, dan seperti reaksiku. "Mau, mau, mau. Kapan, mbak? Tapi aku dikasih kerjaan ya." Huuuu, ulo marani gepuk, lha iyalah. Ada banyak kerjaan untukmu, Vi. Hehehe... Aku pun berjanji untuk segera kontak dia untuk detil acara itu.
Maka, pergilah kami berdua setelah satu kali briefing di Warung Mburi dua hari sebelum hari H, usai aku pulang dari Bali. Vivi ngajak satu temannya, si Elsun untuk turut serta. Oke banget. Jadi ada ahlinya untuk animasi. Lalu kami juga merayu si Bejo untuk turut serta. Albert tak bisa kurayu untuk ikut sedang kami butuh lelaki untuk perjalanan itu. Tyasbangun itu bisa dicapai sekitar 2 jam dari Bandarlampung dengan beberapa medan yang akan lebih sip kalau ada lelaki yang turut serta. Bejo berhasil diculik pada hari keberangkatan, dijemput Vivi di bengkel, tanpa baju ganti. Hehehe, rasain.
Tanggal 29 Juni malam hari, jadilah kami bersama dengan 130an orang muda Katolik dari Rayon Utara Kalirejo, berkumpul di Tyasbangun, Pubian, Lampung Tengah. Mereka dengan kebisingan orang muda menularkan kegembiraan dengan cepat, satu sama lain menikmati acara itu. Mungkin sih materi yang disampaikan Vivi atau kusampaikan hanya bisa diambil mereka 20 % saja, tapi apa ruginya? Hehehe.
Sampai tanggal 30 kata-kata kunci soal bermedia sosial yang bijaksana diulang-ulang oleh panitia dan Rm. Joss, juga oleh mereka sendiri. Jadi tak usah ngomong soal rugi:
- Selalu cek dan ricek berita-berita yang disiarkan oleh medsos. Curigai dulu, jangan langsung like dan sebar.
- Gunakan medsos untuk kepentingan kita, bukan kita yang dimanfaatkan oleh medsos.
Subscribe to:
Posts (Atom)