Saat ini aku bekerja untuk Keuskupan Tanjungkarang sebagai penanggung jawab Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP). Aku memulainya sejak Nopember 2000. Pekerjaan yang tak sengaja kudapatkan setelah aku berkenalan dengan Mgr. Henri (am) pada suatu saat usai misa di Katedral. Beberapa hari kemudian setelah perkenalan itu aku ditawari untuk merintis bagian justice and peace yang kemudian mulai tahun 2017 menjadi KKPPMP.
Itu adalah pekerjaan rutinku, yang utama, yang memberikan aku penghasilan tambahan bagi keluarga secara rutin setiap bulan. Pada akhir tahun ini sudah 18 tahun aku menggulatinya, melalui banyak peristiwa, yang intinya adalah berkah luar biasa bagiku.
Pekerjaan aku anggap sebagai bagian penting untuk mempertanggungjawabkan 'talenta' yang sudah kumiliki. Walau bukanlah keharusan bagiku untuk mempunyai pekerjaan dengan gaji, toh aku tetep membutuhkan gaji itu untuk menopang hidupku dalam keluarga. Sekecil atau sebesar apa pun aku mensyukurinya. Seperti dulu saat aku bekerja sebagai wartawan Malang Pos atau sebagai koordinator pastoral perburuhan Vincentian Center Indonesia, pekerjaanku selalu aku syukuri.
Karena ini adalah tentang mempertanggungjawabkan talenta, aku menggunakan berbagai cara untuk mengenali talenta-talentaku. Salah satu cara yang rutin kugunakan adalah analisa SWOT pribadi. Aku melakukannya secara periodik untuk mengenali kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada dalam diriku dan di sekitar diriku. Karena itu juga saat ini aku menggunakan kekuatanku dalam bidang penulisan dengan sebaik mungkin. Jaringan dalam kepenulisan aku bangun sebanding dengan skill menulis yang terus menerus kuasah. Selain analisa SWOT aku juga menggunakan ilmu-ilmu tua yang menyangkut pengenalan diri seperti Enneagram, Shio, hari lahir (Jawa maupun China) dan sebagainya. Semuanya kugunakan secara optimal untuk mengenali diriku dan kecenderungannya.
Pekerjaan lain yang utama adalah sebagai ibu dan istri. Ini tanggungjawab besar yang kudesakkan dalam diriku sendiri untuk mengalahkan kepentingan-kepentingan lain. Sengantuk apapun, secapek apapun, pagi hari aku harus masak sarapan dan bekal. Se bad mood apa pun, kalau cowok-cowokku membutuhkan aku membagikan diri, aku akan berusaha keras di depan mereka. Ini pekerjaan yang paling menghabiskan energi sekaligus paling besar memberikan energi timbal balik. Berada di sekitar dapur, di kamar anak-anak, kamarku sendiri, atau di sekitar rumah, adalah saat yang paling baik dalam waktu-waktuku. Dibandingkan dengan hal-hal lain bahkan hal yang paling dianggap bergengsi oleh orang lain seperti bekergian ke negeri-negeri lain, kota lain atau mana pun.
Yang paling inti dari pekerjaanku, atau hal-hal yang kukerjaankan, adalah terus berjuang menikmati kehidupan sebagai manusia perempuan. Hmmm... ini kehidupan yang hebat.
Aku ingat ketika aku masih kuliah di Malang, aku sudah mencoba bekerja untuk menambah uang saku. Sangu dari ibu sejumlah 40 ribu rupiah per bulan sangat minim untuk keperluanku sehari-hari. Aku nyaris tak pernah beli buku. Semua fotokopian, sebagian ya benar-benar tak ada bahan. Makan dua kali sehari sangat mewah bagiku. Aku cukup paham tempat makan yang murah untuk irit. Maka pekerjaan aku minta ke bulik Sri, yaitu memberikan les tambahan untuk muridnya yang membutuhkan. Aku memberi les tambahan untuk matematika dan fisika untuk beberapa murid. Seringkali mereka membawakan makanan dari mamanya sehingga aku bisa berpesta saat mereka datang les.
Itulah makna pekerjaan yang berikutnya selain mengembangkan talenta. Mencukupi kebutuhan-kebutuhan.
Itu pula yang kukerjakan sampai sekarang. Mengembangkan talenta dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan. Ini dinamis banget, naik turun. Kadang berat kadang ringan. Tapi dari dulu aku belajar meyakini bahwa apa yang keluar dari hati membuat segala hal menjadi lebih mudah. Bahkan pekerjaan yang dianggap sulit bagi orang lain, aku bisa sangat menikmatinya. Karena hatiku ada di situ. Pun sebaliknya ada pekerjaan yang mudah yang aku tak mau lakukan karena hatiku tak di situ.
Nah.
No comments:
Post a Comment