Baru pulang kerja, Albert mengingatkan bahwa dia akan beli HP dengan uangnya dan kekurangan uangnya akan meminjam padaku. Spontan aku melotot.
"Tunggulah sebentar. Ibu baru sampai rumah. Belum makan, belum istirahat. Kau juga belum makan, belum ganti baju."
Wajahnya yang cemberut akan memprotes, tapi aku yakin mataku sudah semakin membesar sehingga dengan terpaksa, sambil menggerutu kukira, dia masuk kamar, dan keluar dengan baju bermain. Mengambil nasi 'pura-pura' makan, dia ambil hanya seporsi kecil yang bahkan dimakan seekor kucing pun tak akan kenyang.
Sekarang wajahku pasti sudah tertekuk. Dan lebih-lebih lagi ketika dia datang dengan pertanyaan tunjebpoin.
"Gimana, bu? Boleh?"
"Ibu masih memikirkannya. Nanti dulu."
Bapaknya memelototi aku. Ya, aku tahu nadaku terlalu tinggi untuk menjawab hal sepele itu.
Jadi aku menghaluskannya.
"Kalau Albert tanya sekarang, jawaban itu sudah pasti : TIDAK. Tapi sabarlah. Biar ibu mikir dulu. Mas Albert bagian menyenangkan hati ibu. Melakukan apa kek."
"Apa yang bisa membuat ibu senang?"
"Entah. Apa kek. Beliin bakso atau apa."
"Aku ndak punya uang."
Hehehe... ya. Ibu tahu. Jadi aku makan dengan santai lalu membuka laptop, mencari-cari jenis dan harga HP. Bapaknya menemaniku sambil ngelus-elus tangan seperti bilang,"Sabar, bu. Sabar." Hehehe... Kuserahkan ke bapaknya aja. "Cari deh, yang seperti apa."
Aku masuk kamar, sampai kemudian Albert teriak-teriak lagi.
"Bert, ini duit tabungan Albert. Yang ini sumbangan ibu. Terus yang di amplop ni, ini ibu utangin. Pergi sama bapak sana. Jika tak mendapatkan yang seharga uang ini, ndak usah beli. Pakai saja HP ibu atau beli HP bapak."
Ahhh, wajahnya sudah sebulat bulan purnama yang merekah. Mengambil uangnya dan menciumku beberapa kali. Aku tidur.
(Tadi pagi aku tanya : Mana HPnya? Dia jawab : Belum jadi beli.)
Ealah.
No comments:
Post a Comment