Friday, April 26, 2013

Padang Penuh Bulan

Ketika aku datang pintu rumah terkunci dari dalam
aku melihat bayangannya tengah mengepel lantai
pasti ketukan di kaca jendela mengagetkannya
setergesa dia seret selop mengintip dan melambai.

Bibirnya membentuk pinggiran sumur mengucap : tunggu
matanya gelisah mencari di mana kunci bisa ditancap
dan selot dibuka dengan gegas rindu tanpa ragu
mengucap selamat datang dengan wajah terlukis pana.

Sejenak dia menjadi manusia ingin memeluk atau menolak
kedatanganku bukan diundang malah mungkin gangguan
tapi segera bulan-bulan disodorkan dalam nampan senyuman
setumpuk berlimpah bagiku bahkan disajikan juga padamu.

Kau akan mengingatnya ketika metamorfosa tubuhnya terjadi
aku sudah melihatnya beberapa kali namun ini sangat cepat
bukan dalam bayangan seperti saat aku membaca kertasnya
bukan dalam khayalan seperti saat aku melirik zikirnya.

Adalah tari tubuh manusia melengkung meliuk mendendang
menjadi semar senyata berkata penuh mata dan hembusan
berkisah tentang bulan-bulan yang ditanam dalam padangnya
semacam agora para kekasih sunyi pengabdi tenang.

Kau protes ketika aku cepat berdiri pamit padanya
tapi mestinya kau akan paham kalau aku katakan
semar akan hidup bahagia dengan keyakinan
kekasih-kekasihnya setia entah terlihat atau tidak.

Kau akan tahu bahwa aku sangat mencintainya
di pintu dia mengantarku mencari-cari alasan segera
menutup pintu dan melanjutkan tariannya dalam rumah
tapi kau tidak tahu dia telah menciumku tadi sekejab.

Padangbulan, 26 April 2013

No comments:

Post a Comment