Hari Sabtu, 9 Juni 2012, aku bersama suami nonton Soegija di Central Plaza, Tanjungkarang. Dapat tiket gratis yang tidak boleh disia-siakan walau kami harus duduk terpisah (Thanks, pak Har.). Pada anak-anak yang kami tinggal malam mingguan berdua di rumah aku bilang,"Kalau film ini bagus untuk anak-anak juga, kita nonton hari Senin atau Selasa mendatang." Mereka setuju.
Nah, apakah film ini bagus? Aku berpikir sepanjang perjalanan pulang usai nonton. Pada suami aku bilang spontan saat kami bertemu di lobby teater,"I have more expectations for this movie. I cann't get it all. It 's very much symbol and art. I need more naturally Soegija, not like as a symbol. I need more Soegija."
Di beberapa hal suamiku setuju tapi juga tidak setuju. Ya, maklum, ukuran penilaian kami berbeda. Jadi biar saja. Dan aku kira penilaianku juga belum final. Mesti direnungkan lagi, jadi gak perlu ngotot. Tapi tentu aku tidak bisa bilang begitu pada anak-anak. Apakah film ini bagus? Di suatu titik aku memutuskan akan bicara pada anak-anak seperti ini.
"Wah, sayang sekali, ibu tidak bisa mengatakan film ini bagus atau tidak. Hmm, soal gambar-gambar yang di sana, ya bagus. Banyak yang lucu, banyak anak-anak juga. Ibu suka di beberapa, eh di banyak bagian. Ada anak yang sangat senang bisa mengeja m-e-r-d-e-k-a, dan ingin sungguh-sungguh merdeka. Ada lagu-lagu yang bagus, seperti kalian pernah dengar, itu Ndherek Ibu Maria, atau lagu dolanan Jawa. Ada cerita perang juga. Ndak, bukan perang seperti yang kalian kira walau ada pistol, bambu runcing...ndak ada yang berkelahi, eh dikit mungkin. Ada perawat-perawat, orang sakit,...
Dan tentu ada Sugiyo, hmmm, ini yang harus kalian ketahui, Sugiyo adalah Uskup pertama di Indonesia yang asli Indonesia. Tapi film ini tidak banyak bercerita tentang dia. Hmmm ya, walau judulnya tentang orang ini, tapi dia diceritakan sedikit. Ada, tentu saja ada. Apa yang dilakukan? Hmmm, banyak.
Dia membela orang Indonesia saat perang melawan Jepang dan Belanda. Dia berjuang untuk orang Indonesia, bukan hanya orang Katolik. Dia orang yang berani. Hmmm, tapi di film ini baru diceritakan sedikit, seperti menyediakan Gereja untuk tempat pengungsian, menulis surat untuk pemimpin bangsa. Uskup ini dekat dengan Sukarno. Tahu Sukarno itu siapa? Ya, dan Uskup ini pun diangkat jadi pahlawan Nasional. Sungguh, masa ibu berbohong. Ada fotonya. Pasti ada dong. Di buku pelajaran? Mestinya ada. Nanti kita lihat. Tapi memang tidak banyak diceritakan di film ini.
Mungkin ibu akan menyarankan kalian membaca buku tentang Uskup ini dulu. Ada, ibu punya dua bukunya. Lupa, nanti ibu carikan. Satu karangan Anhar Gonggong, satu lagi siapa ya. Pasti ada di bagian atas itu letaknya. Lama tidak ibu baca. Ya, nanti ibu carikan. Kalau sudah membaca buku tentang kisahnya lebih mudah kalian mengerti saat melihat film ini. Jika belum, hmmm ya, bisa saja menonton. Tapi ibu kuatir kalian nanti menangkap apa. Ya ndak apa-apa kalau mau tetap nonton. Tapi benar lo ya, ibu tidak bisa bilang film ini film bagus atau tidak. Ibu bisa bilang ini film yang sulit. Jadi, kalian baca dulu deh tentang Soegijapranata, setelah itu kita akan menontonnya bersama. Eh, ya, ibu janji. Kalau kalian bilang film ini tidak bagus setelah membaca bukunya, ibu akan beliin tiket nonton lagi, film Ambilkan Bulan! Kalian bisa nyanyi-nyanyi di film ini. Ya, janji."
Itu percakapan yang kurancang untuk anak-anak. Begitulah... Moga mereka paham.
No comments:
Post a Comment