Saat ke Bandung, beberapa hari lalu, aku melewatkan beberapa waktu untuk makan. Iyalah, ke Bandung mah harus makan. (Sedang ke kota lain pun harus makan, bahkan gak kemana-mana juga harus makan. Ini ke Bandung, teman. Harus makan! Hehehe.)
Kebayang-bayang sambel lalap sudah sejak naik Argo Parahiyangan jam 9.15 dari Gambir. Bau sedap dari gerbong restorasi yang menawarkan nasi goreng, bistik dan rames tidak menyurutkan hasrat. Sarapan cukup dengan roti isi keju coklat.
Yang pertama didapat rupanya makanan yang aku belum pernah makan di Bandung. Yaitu : Nasi Bambu. Nasi ini dihidangkan dalam buluh bambu dilapisi daun pisang. Nasinya sendiri dimasak dengan beberapa bahan sehingga gurih. Namun rasanya ringan, tidak seperti uduk yang berat santannya. Kecampur bau daun dan bambu, wuih, sedapnya. Di bagian atas nasi ditaburi daun singkong tumbuk yang dimasak agak pedas. Samar-samar ada rasa ikan di sayur ini tapi aku gak yakin. Tambahan lauknya : tahu goreng, ayam goreng dan sambel trasi. Plus lalap dung. Tambah minum jus tomat. Mantap. Karena aku masih mau nongkrong di bilangan Kebon Kawung ini, aku menambah minum kopi pekat panas supaya bisa nyruput pelan-pelan sembari mencela-cela Bandung yang semakin ramai padat kacau jalan-jalannya.
(Makanan lain yang sempat kusantap dua hari di Bandung : nasi timbel, jerohan goreng, mi kuah, gorengan pinggir jalan, molen pisang.
Yang tidak sempat kumakan padahal pingin banget : ayam gantung di dekat Boromea, bubur ayam depan Cicaheum, dawet Elisabet, bebek goreng kremes, siomay kukus, roti bakar segala isi, sate kelinci, ... Kapan lagi ke Bandung lagi untuk semua yang belum itu.)
No comments:
Post a Comment