Saat aku sedang asyik masyuk di depan laptop, aku mesti menghentikan aktifitas itu karena beberapa telpon dari Dinas PPPA Provinsi membutuhkan kontak person di beberapa daerah. Ya, maklum saja, kadang memang aku berperan sebagai call center, asyik-asyik saja itu mah.
Nah, di sela beberapa urusan itu, tiba-tiba sebuah pesan WA masuk.
"Ibu, bisakah saya telpon? Ada yang ingin saya tanyakan."
Aku menangkap nada darurat dalam pesan ini, jadi aku mengabaikan urusan-urusan lain dan menelpon ibu yang mengirimkan pesan tersebut. Singkat kata, ibu ini bercerita bahwa dia menemui seorang remaja yang menjadi sasaran kekerasan kakaknya. Gadis remaja ini masih sekolah SMA, orang tuanya bercerai, dan dia menjadi pelampiasan emosi kakaknya setiap kali kakaknya itu marah oleh hal apa pun.
"Kasihan, ibu. Beberapa kali dia mengalaminya. Bibir dan wajahnya bengkak. Apa yang harus saya lakukan?"
Beberapa saat otakku selalu beku kalau menerima kisah yang senada. Hal-hal yang harus aku terima dengan lapang dada karena aku memang harus menerimanya. Biasanya aku akan menggali beberapa hal terkait peristiwanya, latar belakang orang-orang yang ada dalam peristiwa itu, pokoknya bertanya terus bertanya sehingga aku mendapatkan gambaran kasar/umum kejadian itu dan orang-orang yagn terlibat di dalamnya.
Tidak selalu tepat, tapi aku memberikan beberapa catatan:
1. Sarankan gadis itu untuk menceritakan pada keluarganya. Jika orang tuanya tidak mungkin menjadi tempat cerita (dalam hal ini bapak tempat dia tinggal sedang sakit parah, dan ibunya sudah menikah lagi dan digambarkan ringan tangan juga), maka dia mesti bercerita pada salah satu keluarga besar yang dia percaya, dia dekat, sehingga dia bisa mendapatkan perlindungan.
2. Untuk sementara waktu karena dia tak bisa membela diri saat kekerasan terjadi, dia harus mendapat perlindungan dari salah satu wali atau keluarga besarnya. Mungkin pindah tinggal sementara. Keluarga ini mesti menjadi pelindung utama, bukan teman atau orang asing. Keluarga harus didorong menjalankan perannya untuk kasus-kasus ini karena di situlah tempat yang paling dekat dan paling bertanggungjawab.
3. Jika memang tak ada keluarga inti atau besar yang bisa membantu, baru kita sarankan dia datang ke lembaga masyarakat atau pemerintah, tentu dengan dampingan kita, orang yang sudah peduli. Mungkin ke UPTD PPA yang paling dekat, atau ke RT/RW yang bisa dipercaya. Masyarakat semestinya punya sistem untuk menghadapi pengaduan-pengaduan seperti ini apalagi jika sampai mengancam nyawa.
4. Hal apa pun yang dipilih untuk dilakukan, selalu dibutuhkan orang yang peduli. Ini yang terus menerus harus dikembangkan ditularkan. Tidak boleh cuek saja ketika mendengar jerit sakit dari rumah tetangga, atau suara-suara tidak biasa. Jika dikerjakan bersama-sama, kasus kekerasan akan bisa diatasi dikurangi, dihilangkan.
Stop kekerasan.
No comments:
Post a Comment