Hujan pagi hari mengingatkanku pada suatu waktu dulu. Saat aku masih sangat suka biji gontang yang disangrai dan memakannya di pojok teras rumah. Mengumpulkan kulitnya yang hitam dalam telapak tanganku dan saat seluruh biji gontang tak tersisa, aku menghamburkan kulit-kulitnya di atas kepalaku.
Saat itu aku lupa kalau aku berdiri di suatu tempat yang pasti akan tampak tidak nyaman dipandang dengan ratusan kulit gontang yang berserakan. Kulit-kulit gontang yang tersangkut di rambutku memberiku sensasi yang kusukai, tapi serakan kulit-kulit itu membuat aku mendapatkan marah dan cela.
Biasanya aku akan lari ke halaman belakang. Meninggalkan kulit-kulit itu bersih dengan sendirinya oleh jadwal menyapu sore nanti. Aku membiarkan diriku menerima marah dan cela, tanpa rasa bersalah karena memang aku suka melemparkan kulit-kulit gontang di atas kepalaku. Aku tetap melakukannya berulang-ulang.
Lalu kemanakah perginya kegembiraan kecil itu sekarang? Aku meringkuk dalam cangkang kelapa tua yang sudah kehilangan minyaknya dimakan oleh jamur. Jika meneriaki burung-burung bukan lagi rasa riang, dan mengumpulkan kulit biji gontang hanyalah kenangan, maka semestinya aku kembali tidur dan melamunkan sepasang sayap untuk terbang.
No comments:
Post a Comment