"Dua hari ini Albert senang sekali, bu."
"Oh, kenapa?" Aku melihat dia sekilas.
"Tidak tahu. Kenapa ya?"
"Lha kok malah tanya."
"Ya, pokoknya senang."
Aku memang lihat mood dia sangat bagus. Seolah-olah aku sudah mempunyai anak yang dewasa. Dia bertindak dengan sabar, sok mengerti dan itu tadi, dewasa.
Aku bisa menduga sikap ini muncul sejak hari Rabu kemarin, ketika aku mendapat surat panggilan untuk menghadap guru wali kelasnya. Tentu aku sangat kaget, apa yang sudah dibuat Albert sehingga aku mesti datang ke sekolahnya di ruang BP. Malam itu juga aku, bapake dan Albert duduk melingkar, serius. Surat itu aku pegang dan aku tanya ke dia, kira-kira kenapa aku harus datang ke sekolah. Dia mengatakan beberapa alasan yaitu satu karena tulisannya jelek. Dua, karena menulisnya lambat. Tiga, karena beberapa kali tidak mengumpulkan tugas. Empat,...
"Mungkin...karena nilai Albert yang terakhir jelek."
Aku berkerut mendengar itu. Lalu kami bertiga membahas bersama hal itu. Albert mengemukakan beberapa alasan dan kemudian juga menawarkan solusi sendiri. Itu yang sekarang ini kami kerjakan.
Albert anak cerdas, aku tahu itu. Bu Ety, gurunya pun mengakui. Nilainya bagus. Soal tulisan aku cukup maklum deh, dia memang minatnya berlari, main bola, naik sepeda...ketimbang duduk di meja belajar. Tapi dia punya jawaban yang cerdas dan juga alasan yang orisiinil...asli, kadang lebih dewasa ketimbang aku.
Besoknya aku bertemu Bu Ety, dan syukurlah kami bisa ngobrol secara santai. Beberapa hal yang kemukakan Albert itu sebagian betul, dan Bu Ety bersedia membantu. Dia juga menjanjikan untuk bicara serius juga dengan Albert empat mata.
Aku kira ketika anak diperlakukan secara dewasa, dia juga akan berbuat secara dewasa. Dan itu membuatnya senang.
No comments:
Post a Comment