Rute yang kami ikuti tidak terlalu panjang. Tapi terlalu banyak godaan untuk berhenti sebentar selfie foto-foto tak ingin melewatkan keindahan-keindahan alam yang super super keren dari alam di sana. Awalnya agak ragu-ragu akan memilih rute panjang atau pendek. Rute panjang belok kiri dulu ke Pantai Marina baru kemudian menyusuri Teluk Nipah. Sedang rute pendek langsung ke Teluk Nipah, menyusuri pantai beberapa saat dengan pemandangan pantai, laut di sebelah kiri dan pemandangan perbukitan di sebelah kanan.
Pantai dihiasi bebatuan dengan ombak yang cukup keras. Ada sedikit insiden di salah satu tikungan. Sepasang peserta yang foto-foto terlalu ke arah laut terseret ombak besar yang tiba-tiba menghantam. Saat aku melihat rekamannya di salah satu video yang dibuat oleh peserta yang lain, aku pun merinding melihatnya. Ombak awalnya tenang-tenang saja, tapi kemudian dua kali berturut-turut ombak besar menggulung dan menyeret peserta itu membentur bebatuan di pantai. Aku melihat langsung luka-luka beret di sekujur badannya. Mereka langsung memutuskan untuk kembali melalui rute awal. Kupikir mereka harus langsung ke dokter untuk memastikan bahwa tidak ada hal-hal yang membahayakan.
Menyusuri pantai sekitar 2 jam, kami tak bosan-bosannya mengambil foto-foto indah di daerah itu. Beberapa kali kami harus berjalan dengan miring supaya bisa melalui jalan dengan mepet ke bebatuan. Harus super hati-hati saat melaluinya. Ada juga bebatuan dengan terowongan yang terbentuk dengan kokoh. Ada daratan-daratan kecil yang menjorok ke laut seperti hiasan-hiasan pantai yang indah. Aku menemukan juga bunga-bunga di sepanjang pantai, tak hanya bebatuan.
Setelah ujung pesisir, kami tak mungkin lagi menyusuri pantai, jadi jalan diarahkan ke kanan menanjak ke arah bukit. Sangat terjal dengan kemiringan 90 derajat, yang bisa dilalui hanya dengan menggunakan tali. Dua tali dipasang di tanjakan itu, sekitar 10 m tingginya dan untukku sangat mengandalkan kekuatan tangan untuk memegang tali karena tak mungkin kaki menapak dengan mantap.
Usai tanjakan maut itu, aku benar-benar ngos-ngosan. Aku minta ke mas Hendro untuk diam sebentar, masih di lokasi yang miring untuk mengatur nafas. Beberapa menit istirahat kok rasanya aku kayak ngambang banget: "Aku duduk dulu ya." Aku duduk di bawah pohon, di kemiringan tanah itu. Minum beberapa teguk dan mengambil secuil roti yang kubawa. Aku yakin wajahku memucat, dan itu dikuatkan oleh mas Hendro yang menoleh ke aku:"Are you ok? Kau pucat banget." Sepertinya kalau aku memaksa diri untuk bergerak aku pasti bisa pingsan dan terguling-guling ke bawah lagi.
Setelah beberapa menit duduk tanpa melakukan apa-apa, pelan-pelan tubuhku terasa kembali segar. Mas Hendro melihat wajahku sudah memerah lagi, dan aku merasa kembali fit. Jadi aku minum seteguk air lagi lalu mengajak mas Hendro melanjutkan perjalanan dengan pelan-pelan.
Pak Hadi, Pak Gamat dan putranya, serta satu bapak lagi (lupa namanya) sudah tidak tampak. Sedang di bawah di belakang kami ada 5 orang lagi yang kutahu melewati rute yang sama. Jalan masih terus menanjak terjal sampai kami sampai di ladang dengan tanah datar. Pak Hadi dkk menunggu kami di situ sambil beristirahat di sebuah gubuk.
Aku perlu istirahat sebentar ditungguin oleh mereka sekitar 5 menit, dan kami melanjutkan perjalanan bersama-sama lagi. Tapi kemudian kami terus berjarak dengan mereka karena jalanku sangat-sangat lambat saat tanjakan. Kalau jalan kembali landai, kami dapat melihat mereka bertiga jalan di depan kami sekitar 30 meter.
Usai melintasi jalan setapak dengan semak-semak yang cukup rimbun, mulai kelihatan jejeran pohon karet dalam reksa PTPN 7, artinya basecamp sudah dekat. Huraiii...,
Pengalaman yang mengasyikkan dengan bonus sangat-sangat banyak dalam perjalanan indah kali ini. Oiiii.... semangatttt....Dan sekali ini kami ndak tertinggal. Hehehe. N aku tahu masih ada banyak orang yang masih dalam perjalanan ketika kami sudah mencapai basecamp. (Iyalah, kami ambil rute pendek, hanya sekitar 8 km kali ini.)