Pendidikan adalah salah satu pilar utama koperasi kredit. Kopdit Mekar Sai melakukannya dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah Kursus Dasar (Kurdas). Kali ini digelar angkatan XXIV, diikuti 47 peserta dari berbagai unit yang ada di Mekar Sai, plus 5 orang dari Kopdit Mardi Siwi. Diselenggarakan di ruang meeting Kopdit Mekar Sai Jln Juanda Pahoman Bandarlampung, Jumat sore - Minggu siang, 20 - 22 September 2019.
Materi-materi yang disampaikan merupakan pendasaran bagi aktifis koperasi dan diharapkan mereka lebih dalam lagi memahami nilai-nilai koperasi dan mendalaminya dalam gerak hidup mereka sehari-hari. Di Kopdit Mekar Sai ada materi-materi pokok untuk kurdas yang terbagi dalam 11 sesi, yaitu: Dasar-dasar berkoperasi, peran pendidikan dalam koperasi kredit, peran dan tanggungjawab pengurus pengawas, peran dan tanggungjawab manajer, struktur organisasi kopdit, AD/ART SOM/SOP Mekar Sai, tatakelola koperasi kredit, peran perempuan dalam koperasi kredit, financial literasi dan anggaran belanja keluarga, sistem akuntansi kopdit, dan produk simpan pinjam.
Sekian banyak materi itu harus tuntas diikuti oleh semua peserta selama tiga hari itu. Bagiku ini merupakan pengalaman pertama hadir dalam kurdas karena posisiku sebagai pengawas kopdit sekaligus menjadi anggota panitia pendidikan Mekar Sai. Dan aku senang banget terlibat didalamnya untuk materi peran perempuan dalam koperasi kredit. Aku mengubah judul sesi menjadi: Perempuan dan Laki-laki sebagai Mitra Sejajar dalam Kopdit. Judul ini bagiku lebih tepat.
Bagian lain yang membuatku senang saat memberikan materi ini adalah karena keseimbangan jumlah peserta perempuan dan laki-laki, Memang sih para bapak lebih banyak tapi tak berbeda jauh. Ini bisa menjadi pendasaran sikap personal mereka dalam keluarga maupun dalam organisasi atau masyarakat.
Aku dari awal sudah meniatkan untuk ikut semua sesi supaya aku bisa mengulang belajar semua materi yang pernah kupelajari dulu. Tapi apa daya, ada juga beberapa sesi yang tak bisa kuiikuti penuh karena mesti ngacir ke tempat lain. Paling tidak dua materi lain bisa full kuiikuti karena aku menjadi moderator. Dan juga sesi sebelum aku jadi moderator atau mengisi sesi kuusahakan aku bisa menghadirinya sehingga menjadi sambungan saat aku maju.
Di bagian penutup, peserta memberikan evaluasi terhadap seluruh proses. Banyak yang menuliskan di lembar evaluasi soal waktu yang kurang lama bahkan beberapa sesi tidak memungkinkan ada dialog atau tanya jawab. Nah, semoga mereka tetap semangat mengikuti info dari Mekar Sai dan antusias hadir jika ada pelatihan yang selanjutnya.
Thursday, September 26, 2019
Wednesday, September 25, 2019
Komentar Puisi: MENANGKAP PESAN DALAM PUISI SRI WAHYUNI
Awalnya aku menerima puisi ini dalam kolom komentar FB, ditulis oleh
Sri Wahyuni. Aku sudah kadung berjanji untuk komentar seperti yang diminta
penulis, jadi kulakukan dalam bentuk seperti ini supaya menjadi sarana belajar
bagiku maupun bagi orang lain yang mau.
Puisi ini tidak hanya dipasang dalam kolom komentar statusku di FB tapi juga
disiarkan lewat beranda FB penulis (mungkin juga dipublikasikan di tempat lain).
Secara lengkap, inilah puisi itu. Aku ambil dari status FB penulis, 19
September 2019, yang sudah lengkap dengan judul, tanpa kuubah apa pun kecuali
membuat besar seluruh huruf judul dan meletakkan nama penulis di bawah judul.
MENYIANGI MALAM
Puisi Sri Wahyuni
Renungan kecil burung kenari
Menari-nari menghiasi lembar ini
Satu persatu peristiwa kembali
Selamat pagi kau mentari
wajahmu berseri
Kau membuka hari
Alunan syair lagu menemani
Mentari semakin meninggi
Kenari kecil bersiap mengejar mimpi
Mimpi membangun ibu pertiwi
Saatnya terbang mengikuti angin
Sayap kecil melawan dingin
Menjemput impian yang ia ingin
Terkadang sayapnya patah
Kenari kecil tak pernah menyerah
Ia tetap berjuang meski berdarah
Saat senja mulai tiba
Mentari mulai kembali keperaduannya
Kenari pun kembali ke sarangnya
Saat gelap menyelimuti senja
Ia pun berpasrah pada Pencipta
Ia bertanya
"Sudah aku menjadi berkat
bagi sesama?"
Aku termasuk orang yang malas mengomentari puisi karena butuh waktu yang lamaaa untuk ngungkapinnya. Tapi karena aku sudah berjanji untuk komentar, seperti biasa aku memulai dengan pertanyaan,”Apakah puisi ini memang sebuah puisi?” Untuk menjawab itu tentu saja aku spontan menyandingkannya dengan syarat-syarat sebuah puisi yang biasa kupakai untuk mengukur diriku sendiri saat aku membuat puisi. Tapi aku tidak mau mengomentari seluruh unsur yang harusnya ada dalam puisi, entar malah jadi seminar tentang puisi pula yang isinya ceramah Yuli Nugrahani. Huhuhu. Aku menuliskan yang ingin kutulis saja. Kapan-kapan kita rumpiin yang lebih lengkapnya ya Bu Sri Wahyuni. Akur? Hehehe.
Hasil dari Membaca
Aku memilih
untuk mencermati diriku sendiri saat membaca puisi ini yaitu apa yang aku
rasakan saat membacanya, dan apa yang aku pikirkan kemudian. Aku menancap pada
judulnya: Menyiangi Malam.
Kata menyiangi
(kata kerja) dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:
(1) mencabuti rumput, semak, dan sebagainya; menebangi dahan kayu
di kebun dan sebagainya supaya bersih: menyiangi sawah; menyiangi semak-semak;
(2) membersihkan (ikan dan sebagainya) sebelum dimasak;
(3) mencabuti. menyingkirkan, menghilangkan gulma
Kata
dasarnya adalah siang, yang berarti terang, atau bersih.
Sri Wahyuni menggunakan frasa ‘menyiangi malam’ sebagai judul.
Aku mengartikan ini sebagai ‘melakukan sesuatu sehingga malam menjadi terang
atau bersih’. Seperti membandingkan malam sebagai hamparan sawah dan si subyek ‘menyiangi’nya.
Walau begitu, Sri tidak menunjukkan banyak bagaimana si subyek menyiangi malam,
malah si subyek mewujud dalam seekor kenari kecil yang memulai hari dengan
menyapa pagi, bersiap, mengikuti angin dan berjuang, hingga dia masuk ke
peraduan saat senja datang. Saat malam (dalam puisi ini dikatakan: Saat
gelap menyelimuti senja):
Ia pun berpasrah pada Pencipta
Ia bertanya
"Sudah aku menjadi berkat
bagi sesama?"
Ia bertanya
"Sudah aku menjadi berkat
bagi sesama?"
Di bagian inilah judul itu muncul. Hmmm…rasanya sangat kurang
bagiku yang kadung kepo dengan judulnya yang indah.
Judul adalah senyuman dari sebuah puisi. Bagiku sendiri saat
menulis bentuk apa pun, membuat judul menjadi bagian yang sulit (lihat saja
judul bukuku yang uhuk-uhuk: Pembatas Buku, Daun-daun Hitam, Salah Satu Cabang
Cemara dan Sampai Aku lupa. Keempatnya pernah diprotes banyak orang sebagai
judul, padahal aku meletakkan filosofi yang mendalam dalam setiap kata yang
kupilih. Hehehe.) Kalau senyuman itu tidak terbentuk, sangat susah orang mau
datang pada puisi tersebut. Atau kalau senyumnya kelewat lebar tidak sesuai
dengan puisinya pasti akan membuat orang menjadi kecewa. Nah begitulah.
Harusnya menyiangi malam itu bisa ‘babar’
ke banyak bait. Salah satu tips yang
biasa kupakai untuk membuat ‘babar’
(Iki bahasa opo ya? Hihihi) adalah dengan mengenali setiap subyek dan obyek
yang kita gunakan dalam puisi. Cari referensi sebanyak-banyaknya sehingga tahu
perilaku dari tiap subyek dan obyek. Tentu saja ini mesti sebanding dengan
pemahaman tentang tema yang kita ambil.
Melihat Pesan
Aku melihat satu unsur dalam puisi yang tampak dalam puisi
Sri Wahyuni ini: pesan (Unsur dalam ada beberapa, seperti: tema, pokok pikiran,
rasa, nada dan pesan. Sedang unsur luar antara lain diksi, imaji, majas, ritme
dan sebagainya). Pesan kuat yang kutangkap dalam puisi ini: setelah bekerja
sepanjang hari, saat malam menjadi waktu yang tepat untuk melihat apakah aku
sudah menjadi berkat bagi sesama. Atau, bisa jadi ini tentang perjalanan hidup
manusia dari lahir hingga menjelang kematian.
Karena puisi kuanggap bentuk komunikasi maka
puisi harus memuat pesan dan dibaca oleh seseorang atau banyak orang. Si
penulislah yang menjadi pembawa pesan, sedang pembacanya adalah penerima pesan. Saat
puisi ini dibaca kembali oleh penulisnya suatu ketika nanti, manfaat besar
pasti akan didapatkan oleh si penulis karena dia sudah ‘merefleksikan’harinya
lewat burung kenari yang kecil, untuk mengingat masa saat dia menulisnya. Bagiku,
si pembaca, pesan sederhana ini sudah pernah kuterima lewat berbagai cara entah
sejak kapan, berulang-ulang, jauh sebelum aku membaca puisi ini. Namun ketika
aku membaca puisi ini, aku diberi kesempatan lagi untuk meneliti diri sendiri,
mengikuti ajakannya di bait terakhir.
Selain
itu aku diulik untuk mengembangkan imajinasi tentang burung kenari. Aku ingat
aku beberapa kali menggunakan burung kenari dalam puisiku misalnya puisi
Gerbang Sunya:
Sepenuh daya aku menahan suara
menyembunyikannya di paruh kenari
menguncinya di putik bunga kasturi.
Kenari adalah burung yang indah lincah dengan suara yang menawan. Dia cocok sekali untuk
menggambarkan segala kesibukan seorang ‘perempuan yang ibu dan pekerja, macam
aku. Mungkin seperti itu jugalah penulis puisi. Pun itu disertai dengan
kesadaran bahwa bisa saja ‘sayapnya patah’, dalam dinamika hidup yang naik
turun.
Jadi sangat
tepatlah jika ‘Saat gelap menyelimuti senja’ bisa dimanfaatkan dengan baik
untuk refleksi dan mawas diri. Melihat apakah ‘sudah aku menjadi berkat bagi
sesama’.
Mengedit Puisi
Aku
ingat salah seorang guru puisiku (aku punya banyak guru puisi) mengatakan :
“Jangan menulis puisi pada saat marah.” Aku melawannya dengan tetap menulis
puisi saat marah, saat sedih. Tapi aku akan mengedit puisiku dalam situasi yang
gembira, saat sehat, saat jernih dan saat hening.
Nah,
ini yang ingin aku bocorkan pada anda sekalian tentang beberapa hal yang aku
perhatikan saat mengedit puisi-puisiku (Note: seringnya belum berhasil. Butuh kerja
super-super keras. Yuli Nugrahani ini masih penyair kagol dan mogol.)
1. Menyesuaikan dengan ejaan bahasa
Indonesia yang benar. Puisi tidak terikat pada ejaan. Tapi penyair harus tahu ejaan
yang benar dari bahasa yang digunakan. Kalau menulis memakai Bahasa Indonesia,
maka dia harus paham ejaan Bahasa Indonesia yang benar, dan memastikan tahu
alasan penggunaannya andai memang harus melanggarnya. Ini soal remeh temeh yang
penting tentang huruf besar atau kecil, tanda baca, spasi dan sebagainya.
2. Aku punya kamus Bahasa Indonesia dari
jaman jebat tapi seringkali menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia daring untuk
memastikan makna kata yang kugunakan. Selain itu thesaurus juga sangat
bermanfaat untuk melihat lebih lanjut
pilihan kata yang bisa digunakan. Ini termasuk juga memastikan
penggunaan majas yang tepat, tidak lebay, tidak berulang secara sia-sia.
3. Aku mencermati secara khusus subyek dari
tiap baris puisi walau kadang subyek itu tidak tertulis. Selain itu juga tentang
penggunaan kata-kata sambung seperti dan, yang, dan sebagainya. Puisi harusnya
menampilkan kalimat secara padat, jelas dan penuh makna karena ruangnya yang
sempit. Maka tiap kata yang muncul di situ harus benar-benar punya makna. Kalau
tidak ada maknanya atau tidak menambah makna yo buang aja.
4. Melihat logika kalimat, keterkaitan
antar kalimat, dan sebagainya juga penting. Dan ini bisa sangat sulit bagi
penulis romantis macam aku. Puisi bisa saja tidak logis dalam pandangan umum,
tapi penyair harus tahu logikanya. Gitu deh kuncinya. Juga aku pernah
diingatkan oleh guruku yang lain soal redanden (pengulangan makna kata yang tak
perlu) biar ndak lebay.
5. Nah, yang paling sulit bagiku dan aku
sedang belajar saat ini adalah tentang irama puisi. Bagaimana irama bisa hadir
secara tepat, mengalir dan tidak dipaksakan. Ini kaitannya dengan kehadiran
konsonan dan vokal dalam kata-kata yang saling mengait dalam satu larik dengan
larik lainnya. Di sini nih fungsi membuka dan membaca thesaurus. Membacanya secara lisan bisa membantu kita
menemukan irama yang tepat.
6. Tipografi puisi terkait perwajahan
puisi. Ini bisa sangat penting-ting-ting untuk membantu keindahan puisi. Juga membantu
para pembaca untuk memahami puisi. Pastikan alasan yang tepat untuk membuat
tipografi bentuk-bentuk tertentu.
7. Baca puisi itu berkali-kali.
Keras-keras. Kalau perlu di depan cermin. Untuk melihat keseluruhan puisi itu.
Berulang kali.
8. Edit kembali puisi sampai benar-benar
tak ada yang bisa diedit dari puisi itu. Saat editing, berlakulah sebagai
pembaca, bukan penulis puisi yang sering jatuh pada rasa ‘sayang’. Bantailah
puisi itu seolah-olah puisi itu ditulis oleh orang lain. Potong, tambah, buang,
ubah, hingga tak ada lagi yang bisa diedit dari puisi tersebut. Aku kadang
butuh waktu berminggu-minggu untuk satu puisi, bisa lebih. Kadang-kadang
jadinya malah bubrah. Huhuhuuuu… pokoke edit, edit, edit, edit…
Nah,
sudah panjang nian kutuliskan. Semoga ini bisa memenuhi sedikit harapan Sri
Wahyuni ketika meminta komentar saya tentang puisinya. Jika kelebihan yo
dihapus saja, bu. Kalau kurang yukkk… kita ngerumpi puisi bersama-sama sambil ngebakso,
ngopi atau apalah-apalah gitu. Jangan berhenti menulis puisi, karena puisi
membuat kita menjadi semakin manusiawi. Yuhuiiii…. *** (Yuli Nugrahani, Bandarlampung, 25 September 2019)
Tuesday, September 24, 2019
Lingkar Diskusi Gender KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang: Stop KDRT
Lingkar diskusi gender kembali digelar oleh Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang. Kali ini KKPPMP bekerja sama dengan Komisi Keluarga Keuskupan Tanjungkarang dan LDA YPSK/Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Tanjungkarang, bertempat di Wisma Albertus Pahoman pada Selasa 17 September 2019 dihadiri oleh 36 orang dari berbagai kelompok kategorial yang ada di Keuskupan Tanjungkarang.
Pemantik diskusi kali ini adalah Rm. Ign. Supriyatno MSF, Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Tanjungkarang mengambil tema Kekerasan dalam Rumah Tangga. Rm. Supri mengacu pada RUU anti kekerasan seksual, yang merinci beberapa jenis kekerasan seperti pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan erkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.
Untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga Rm.Supri mengajak peserta melihat kembali makna keluarga,"Definisi
Perkawinan berdasarkan pada Deklarasi Hak Asasi Manusia adalah ikatan lahir-batin
antara laki-laki dan erepuan dengan tujuan membentuk keluarga yang utuh dan
bahagia. Tujuannya adalah agar tercipta rasa aman dan bebas sesuai dengan
haknya masing-masing."
Lingkar diskusi ini diharapkan menjadi wadah saling belajar dan berkomunikasi khususnya dalam bidang gender. Bukan menjadi pekerjaan baru tapi diharapkan konsep keadilan dan kesetaraan gender terus digelindingkan dalam gerak organisasi masing-masing.
- Program
konseling sebagai roll model.
- Belajar
menjadi orang yang arsetif jika
mendapatkan curhat dan tahu bagaimana mencari pemecahan masalahnya.
- Mengajak orang muda menjadi agen perubahan, harapannnya menyasar
orang muda sebagai sasaran strategis untuk membangun pondasi yang kuat dalam
persiapan orang muda berkeluarga
- Materi
Gender (modul) dapat dikembangkan di sekolah-sekolah
- Melibatkan
orang lain untuk diskusi bersama
|
Thursday, September 19, 2019
Rakernas Forum Pendamping Buruh Nasional 2019: Perjumpaan yang Menggerakkan
Tahun ini Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) sudah melewati pertemuan tahun yang ke 21 pada tahun ini. Bertempat di Jakarta, 30 Agustus - 1 September 2019. Tema yang diangkat sangat menarik: Perjumpaan yang Menggerakkan. Lebih menarik ketika masuk dalam sesi-sesinya, mulai dari pembukaan oleh Mgr. Ign. Suharyo, yang memberikan harapan terhadap keberlangsungan gerakan perburuhan ini.
Hari pertama dan kedua diisi dengan rekoleksi oleh Rm. Bimo Nugroho OFM yang mengingatkan kami semua tentang semangat cinta kasih dalam pelayanan. Ada banyak poin kucatat dalam sesi Rm. Bimo ini. Entar kutulis pelan-pelan, kalau ingat, hehehe....
Bagian akhirnya adalah re-organisasi dan re-skedul kegiatan FPBN. Aku berharap semangat ini terus berkembang.
Tuesday, September 03, 2019
PSE Regio Sumatera 2019: Revitalisasi dan Reorientasi Credit Union
Kesempatan menarik aku dapatkan dalam Agustus tahun ini, secara tidak sengaja. Semingguan sebelum hari H, kebetulan aku ketemu Rm Ucok, Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) di dekat tangga kantor. "Kurang satu peserta, ikut ya mbak."
Begitu tahu temanya aku langsung ya saja, ndak pikir panjang. Mumpung aku memang sedang belajar tentang koperasi, apa pun kesempatan untuk belajar dengan siapapun, di manapun ya aku samber saja. Mau sajaaa...
Kegiatan berlangsung dari 19 - 23 Agustus 2019 bertempat di Matow Way Hurik, Tanjungseneng, dihadiri oleh utusan-utusan Komisi PSE dari keuskupan-keuskupan di Regio Sumatera. Lebih menarik lagi ketika tahu narasumber yang datang adalah orang-orang hebat yang kompeten di bidangnya.
Pak Siman, senior yang kuhormati, ketua Puskopdit Caraka Utama, Provinsi Lampung menjadi narasumber pertama di sesi awal. Pak Siman menceritakan perjalanan koperasi kredit di Provinsi Lampung.
"Mulai tahun 1974 dengan penggerak-penggerak awal seperti Sr. Leonardi FSGM, sehingga sekarang kita juga masih melihat jejaknya. Kopdit St. Clara adalah kopdit yang pertama-tama dirintis, lalu Bunga Tanjung dan seterusnya." Papar Pak Siman.
Dari beberapa kegiatan awal itulah kemudian kopdit-kopdit berkembang di Lampung. Menemui dinamikanya naik turun tapi hingga sekarang kopdit terus menjadi salah satu yang memberi dampak bagi perekonomian masyarakat.
Narsum yang berikutnya adalah Pak Haryono Daud, ketua Kopdit Mekar Sai. Pak Har mengingatkan hal-hal penting yang harus ada dalam kopdit. "Setiap koperasi harus menempatkan setiap anggota koperasi sebagai orang terhormat. Karena itulah pusat layanan koperasi atau kopdit adalah anggota."
Narsumber yang paling lama menemani peserta pertemuan adalah Rm. Fredy, yang menegaskan berbagai nilai baik dalam koperasi, dengan spiritualitas utama: pertobatan, solidaritas dan gerakan pemberdayaan.
"Koperasi yang kehilangan satu saja spiritualitas itu patut dipertanyakan." tandas Rm. Fredy.
Misi CU adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara fisik, moral dan spiritual melalui pemberdayaan dan layanan keuangan yang berkualitas.
CU mempunyai misi sosial untuk membantu keluarga miskin dan kurang beruntung. "Ukurannya adalah jumlah anggota yang telah meningkat kualitas hidupnya."
Rm. Fredy menyandingkan ukuran finansial dan sosial sehingga koperasi bisa benar-benar menjalankan misi sosialnya itu. "Tanyalah ke anggota kebutuhan mereka, lalu lakukan dalam kelompok-kelompok. Selalu mulai dari apa yang ada, apa yang dimiliki," ujar Rm. Fredy.
Setelah belajar dari para narsum, peserta diajak untuk mengunjungi kopdit-kopdit yang ada di Lampung. Aku kebagian kunjungan ke Kopdit Artha Mandiri di Pringsewu. Dari sana aku bisa mendapatkan banyak hal real, bukan hanya masalah tapi juga alternatif-alternatif pengembangan yang bisa diduplikasi oleh kopdit lain.
Begitu tahu temanya aku langsung ya saja, ndak pikir panjang. Mumpung aku memang sedang belajar tentang koperasi, apa pun kesempatan untuk belajar dengan siapapun, di manapun ya aku samber saja. Mau sajaaa...
Kegiatan berlangsung dari 19 - 23 Agustus 2019 bertempat di Matow Way Hurik, Tanjungseneng, dihadiri oleh utusan-utusan Komisi PSE dari keuskupan-keuskupan di Regio Sumatera. Lebih menarik lagi ketika tahu narasumber yang datang adalah orang-orang hebat yang kompeten di bidangnya.
Pak Siman, senior yang kuhormati, ketua Puskopdit Caraka Utama, Provinsi Lampung menjadi narasumber pertama di sesi awal. Pak Siman menceritakan perjalanan koperasi kredit di Provinsi Lampung.
"Mulai tahun 1974 dengan penggerak-penggerak awal seperti Sr. Leonardi FSGM, sehingga sekarang kita juga masih melihat jejaknya. Kopdit St. Clara adalah kopdit yang pertama-tama dirintis, lalu Bunga Tanjung dan seterusnya." Papar Pak Siman.
Dari beberapa kegiatan awal itulah kemudian kopdit-kopdit berkembang di Lampung. Menemui dinamikanya naik turun tapi hingga sekarang kopdit terus menjadi salah satu yang memberi dampak bagi perekonomian masyarakat.
Narsum yang berikutnya adalah Pak Haryono Daud, ketua Kopdit Mekar Sai. Pak Har mengingatkan hal-hal penting yang harus ada dalam kopdit. "Setiap koperasi harus menempatkan setiap anggota koperasi sebagai orang terhormat. Karena itulah pusat layanan koperasi atau kopdit adalah anggota."
Narsumber yang paling lama menemani peserta pertemuan adalah Rm. Fredy, yang menegaskan berbagai nilai baik dalam koperasi, dengan spiritualitas utama: pertobatan, solidaritas dan gerakan pemberdayaan.
"Koperasi yang kehilangan satu saja spiritualitas itu patut dipertanyakan." tandas Rm. Fredy.
Misi CU adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara fisik, moral dan spiritual melalui pemberdayaan dan layanan keuangan yang berkualitas.
CU mempunyai misi sosial untuk membantu keluarga miskin dan kurang beruntung. "Ukurannya adalah jumlah anggota yang telah meningkat kualitas hidupnya."
Rm. Fredy menyandingkan ukuran finansial dan sosial sehingga koperasi bisa benar-benar menjalankan misi sosialnya itu. "Tanyalah ke anggota kebutuhan mereka, lalu lakukan dalam kelompok-kelompok. Selalu mulai dari apa yang ada, apa yang dimiliki," ujar Rm. Fredy.
Setelah belajar dari para narsum, peserta diajak untuk mengunjungi kopdit-kopdit yang ada di Lampung. Aku kebagian kunjungan ke Kopdit Artha Mandiri di Pringsewu. Dari sana aku bisa mendapatkan banyak hal real, bukan hanya masalah tapi juga alternatif-alternatif pengembangan yang bisa diduplikasi oleh kopdit lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)