Tuesday, April 21, 2015

Titik Temu dalam Belungguk Sastra di Bengkulu

Kali ini giliran Bengkulu menyediakan ruang bagi Titik Temu. Kegiatan menarik telah dikemas oleh Kedai Sastra bekerja sama dengan Komunitas Kampoeng Jerami dan banyak pihak. Aku merasa beruntung bisa menghadirinya dan bertemu dengan banyak komunitas seni di Bengkulu bahkan juga dengan Vebri Al Lintani, Ketua Dewan Kesenian Palembang yang hadir sebagai salah satu penulis Titik Temu.

"Tak ada puisi yang jelek dalam buku ini," Ujarku, sang editor Titik Temu dengan ngeyel. "Kalau editor yang jelek, mungkin saja ya. Karena seluruh tulisan itu sekarang telah dirangkai dalam sebuah buku, dan editor mempunyai tanggung jawab di situ. Tapi itu pun harus diperbincangkan karena editor selalu mempunyai alasan mengapa puisi tertentu dimasukkan atau ditolak. Editor juga mempunyai proses bersama para penulis dalam buku itu sehingga alasan itu menjadi lebih kuat lagi." Kali ini aku mengatakannya sambil tersenyum. Iyalah, mana aku tahan untuk tidak tersenyum apalagi di hadapan mereka semua yang memberikan apresianya untuk Titik Temu. Ya, mau apa lagi. Memang ngeyel adalah nama keduaku. Jadi, aku akan tetap ngeyel. Hehehe...

Lalu beberapa peserta diskusi ikut membaca puisi-puisi dalam Titik Temu. Aku (yang sebenarnya selalu merasa grogi kalau membaca puisi) mengambil Perempuan di Ladang Jagung, salah satu dari puisi Fendi Kachonk yang selalu 'mengandung musik' untuk kubacakan. Ssstt... ini adalah kesempatan ketigaku membaca puisi dalam dua tahun terakhir ini. Terus terang aku lebih suka membaca cerpen daripada puisi, sehingga aku memilih membaca cerpen jika ada pilihan. Tapi kali ini aku sangat beruntung, khususnya karena puisi Fendi ini secara spontan telah membantuku, sehingga aku tak merasa harus susah payah saat membacanya. Dia mengalir begitu saja sesuai musik yang memang sudah dipunyainya.

Ya, peluncuran buku di Bengkulu ini terasa menarik. Selain untuk pertama kalinya aku datang ke kota ini, Kedai Proses telah mengemas kegiatan ini dalam belungguk (hmmm... dalam bahasa Bengkulu artinya kumpul-kumpul.) sastra yang dihadiri oleh komunitas-komunitas di Bengkulu entah yunior maupun senior. Kedai Proses merangkainya dalam kegiatan rutin tahunan mereka Tribute Chairil Anwar yang dijejer dengan lomba baca puisi, seminar nasional untuk penciptaan karya, dan penganugrahan penghargaan sastra.

Dalam seminar yang diadakan keesokan harinya, aku bersama Dr. Elyusra, M. Pd, dari FKIP Univ. Muhammadiyah Bengkulu mendorong peserta untuk mulai menulis puisi. Menulis saja, tapi kemudian melanjutkannya dengan belajar teori-teori untuk membuatnya semakin bermutu. Aku membuktikan bahwa mereka semua mampu menulis puisi dalam workshop di bagian akhir seminar. Mereka semua bisa menulis puisi tentang perempuan dalam waktu yang sangat singkat.

Malamnya, di hari Sabtu itu semacam pesta bagiku. Walau tak ada makanan dan minum, kegembiraan melihat geliat sastra di Bengkulu adalan kegembiraan yang luar biasa. Para muda dengan karya-karya luar biasa mendapatkan penghargaan sastra. Selamat dan sukses selalu. Semangat itu kubawa kembali untuk perkembanganku, juga perkembangan Komunitas Kampoeng Jerami melalui Titik Temu. Aku mesti sebut nama-nama khusus, Edy Ahmad, Fendi Kachonk, Dedi Suryadi, Cici Mulia Sary, dan juga teman-teman Bengkulu, terimakasih.

No comments:

Post a Comment