Aku sudah pernah menjadi juri untuk beberapa bidang dalam penulisan atau di luar penulisan. Salah satu kesempatan kudapatkan baru saja dengan menjadi juri cipta puisi tingkat sekolah dasar (SD) untuk Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Propinsi Lampung, di Hotel Nusantara, Bandarlampung 24 - 27 April 2015. Ada 15 peserta yang ikut lomba dari 15 kota dan kabupaten yang ada di Lampung. Kisaran peserta dari kelas 3 sampai 5 SD.
Tema umum yang disodorkan dalam lomba ini adalah kebudayaan Indonesia, spesifik karena ini lomba tingkat propinsi Lampung maka yang harus ditulis oleh peserta adalah kebudayaan Lampung. Dengan waktu kurang lebih 3 jam, apa yang bisa diharapkan dari para peserta siswa siswi SD itu? Hmmm, ya dari banyak pengalaman untuk tingkat umur SD, puisi-puisi yang dihasilkan adalah puisi deskriptif, melukiskan apa yang menjadi tema.
Misal anak SD diminta menulis puisi tentang tarian Lampung. Mereka akan mengurai kata-kata yang melukiskan tarian Lampung, berdasarkan apa yang mereka pernah lihat. Puisi mengandalkan kata-kata yang muncul dari perasaan, yang didasari dari apa yang ditangkap oleh pancaindera. Tapi untuk para muda, anak-anak SD ini, penggunaan mata atau indera penglihatan secara optimal, adalah awal yang sangat baik dan tepat.
Dan ini memang sungguh awal yang baik bagi seorang penyair. Indera yang pertama dan paling optimal bisa digunakan oleh penyair untuk menjaring perasaan-perasaan puitik adalah mata, indera penglihatan. Lewat mata kita bisa melihat bentuk, letak, gerakan, warna dan sebagainya. Jika dituangkan dalam kata-kata, apa yang tertangkap oleh mata ini sangatlah banyak, luar biasa.
Kalau dalam FLS2N tingkat SD mereka melukiskan budaya Lampung, mulai dari tarian, alam, adat, dan sebagainya, kita bisa memakai sekitar kita sebagai latihan menggunakan mata. Mempertajam apa yang bisa ditangkap oleh mata kita sangatlah besar maknanya. Coba lihat di mejaku sekarang ini. Ada gelas nyaris kosong persis di depanku. Apa kata-kata yang bisa kuungkap dari gelas ini? Misalnya : bening, mengkilat, air, gelas, jernih, udara, kosong, pantulan, wajahku, bias, lengkung, lurus,cahaya, dll. dll. Dari kata-kata itu aku bisa merangkainya jadi puisi. Misal puisi pendek seperti ini :
Bening depanku
gelas mendamba air
wajah memantul.
Nah, mataku menangkapnya, dan jadilah puisi pendek. Jika aku menyimpannya, lalu mengeditnya, ini akan jadi salah satu bait dari puisi yang utuh nanti. Jadi, sungguh menyenangkan melihat anak-anak SD sudah memulai dari yang paling menyenangkan yang mereka tangkap lewat mata mereka, untuk dijadikan puisi. Salut.
No comments:
Post a Comment