Monday, April 28, 2008

Kim Siong

Kim Siong atau dipanggil Lis adalah gadis usia 33-an. Gadis tua yang terjebak dalam tubuh 'entah bagaimana' dari atas bawah, dari luar dalam. Secara umur mungkin sudah dewasa, tapi dia mengikuti gerak pikir anak-anak usia 10-an tahun. Wajahnya sudah mengalami operasi beberapa kali di Indonesia maupun Australia tapi tetap menyisakan ceruk-ceruk bekas sumbing dan daging atau kulit yang tidak ada di beberapa bagian wajahnya. Dua tangannya kekar dengan jari-jari yang tidak lima (hanya dua atau tiga di tiap telapak, tidak bisa dihitung karena bentuknya tidak seperti jari jemari kita). Cukup kuat untuk memijat pundak, kaki, badan... Untung bisa memijat karena dia bisa dapat recehan atau bukan recehan untuk hidupnya. (bahkan untuk hidup ibu dan kakaknya, yang kok 'entah bagaimana' juga). Kakinya sebelah hanya sebatas di bawah lutut ditopang kaki palsu. Aku tidak tahu persis bentuk kakinya karena selalu terbalut kaos kaki untuk mengganjal gesekan dengan kaki palsunya. Seringkali dia mengeluh lecet sakit pada bagian sambungan itu. Mungkin sudah tidak pas lagi dikenakan karena kaki palsu itu sudah dipakainya sejak aku kenal dia 8 tahun silam.
Hah, dia punya pengalaman ditolak bahkan sejak masih dalam kandungan. Ibunya yang merana mencoba menggugurkan dia dengan berbagai cara. Kekuatan sel-selnya terbukti hingga dia masih hidup sampai sekarang ini.
Sangat egois mau apa, wong memang dia coba meraup kasih sebanyak-banyaknya lewat jari dan wajahnya yang bolong. Mau apa! Hanya dapat angin. Anak-anak kecil ketakutan melihatnya. Para remaja jijik melihatnya. Orang dewasa tak mau direpotkan untuk menyenyuminya. Orang tua ah sudahlah...
Sangat menjengkelkan mau apa, wong dia hanya bisa meminta kepada siapa saja. Mau apa.
Aduh, betapa jengkel misalnya banyak kerjaan di sebelah komputer, lalu dia datang menangis basah kuyup karena ditolak suster sebelah yang dimintainya beras. Lalu karena melihat wajahku yang lesu capek maka dia duduk di sebelahku sembari memijit pundak, lalu tangan lalu kaki... Astaga, Lis! Tidak lihat orang lagi bekerja? Aku tidak bisa mengetik kalau kamu mijit. Maka dia cekikikan berhasil menarik perhatianku. Melihat mukanya mau tidak mau aku tersenyum kecut, sekecut tubuhnya yang tidak mandi pagi.
Sudah makan? Mendengar pertanyaan ini Lis langsung penuh semangat. Berjingkat menarik tangan. Ayo makan. Dalam kupingku ayo bayarin makan. Maka ketika aku menurut gerak kakinya ke warung berjejer di sebelah, segala cerita mengalir bindeng sengau tidak jelas dari mulutnya. Kadang aku tidak mengerti apa bahasanya, tapi cukup mantuk-mantuk saja. Seringkali dia bercerita tentang ibunya, kakaknya (bapaknya tidak pernah diceritakan) atau simboknya. Simbok bagi dia adalah Suster Matea HK, orang yang paling disayanginya di seluruh dunia, tempat dia bergantung untuk segala hal. Baginya dia adalah anak satu-satunya simbok, maka simbok tidak boleh untuk yang lain. Maka dia sangat cemburu marah kalau simboknya berususan dengan orang lain yang pasti tidak bisa wong simboknya seorang suster.
Dia tidak bisa mengunyah sempurna. Maka makanan kesukaannya adalah bubur atau lontong yang ditelannya begitu saja. Bagian rongga mulutnya seperti rongga mulut ulat yang mencaplok begitu saja semua makanan.
Setelah kenyang dia akan ketawa-ketawa lalu pamitan dengan riang terlebih jika dapat bonus 2000 rp untuk naik angkot.
Jumat kemarin aku berdoa khusus untuknya (hampir tidak pernah aku lakukan), terlebih untuk diriku jika berhadapan dengannya. Lis sudah mengajari banyak hal dalam mengolah diri, hati, tanpa pamrih. Tanpa dia sadari hampir setiap hari.

No comments:

Post a Comment